Fathul Kutub, adalah sebuah program pendidikan di kelas Lima dan Enam Pondok Modern Gontor. Menurut Alm. KH Imam Badri, kegiatan ini salah satu tujuannya adalah untuk menjawab tudingan pesantern Salaf bahwa anak-anak Gontor itu tidak bisa buka Kitab Kuning. Kata beliau, dulu tuduhan ini sering sekali terdengar. Karena anak-anak Gontor sama sekali “tidak bisa” membaca kitab kuning itu, karena cara membacanya yang satu kata-demi sati kata dibimbing oleh seorang Guru. Contohnya begini :
“Laqod qola Al-Mushonif”….LAQOD : wus, Qola : ngendiko, Al-mushonif : Sopo iku kyai Mushonif.
Lha kalau cara membacanya seperti begini, Rektor Al-Azhar sekalipun juga tidak akan bisa membacanya. Lagian kan MUSHONIF itu artinya pengarang. Jadi apapun nama buku-nya, siapapun pengarangnya, maka tetap akan disebut “Al-Mushonif”. Maka itu terbersit di fikiran para santri itu…”Hebat sekali Kyai Mushonif ini ya, bukunya banyak dan karangannya luar biasa”. Itu yang terjadi di zaman dulu.
Sekarang FATHUL KUTUB menjadi tolak ukur keberhasilan pembelajaran Bahasa Santri-Santri Gontor. Karena semua Kitab berbahasakan Arab. Maka Ustadz hanya akan melaksanakan Fungsinya sebagai pembimbing tentang bagaimana cara membaca Kitab itu, bukan menterjemahkannya. Berbagai masalah dibahas dalam Forum ‘Bahtsul Masail”, dari mulai Masalah Tauhid, mengenai Rububiyatullah, Uluhiyatullah, apakah Allah bertempat tinggal, bagaimanakah Allah “melihat”, bagaimana Taqdir Allah itu, sampai kepada masalah keseharian seperti Hukum KB, Khitan Perempuan, hukum anak hasil zina, bagaimana memakai celana yang kotor karena tanah untuk sholat, dan lain sebagainya.
Bisa jadi pembahasan yang dilakukan di kelompok itu hanya menghasilkan debat panjang tanpa kesimpulan. Tapi karena debatpun harus dilakukan dengan Bahasa Arab, maka yang penting juga bahasa santri-santri Gontor berkembang. Memang, sebagai sebuah proses debat dan BAHTSUL MASAIL, santri-santri ini tentu tidak bisa dibandingkan dengan Forum BAHTSUL MASAIL-nya Nahdlatul Ulama misalnya. Karena pengikutnya para Kyai yang sudah mumpuni kelimuannya. Tapi sebagai sebuah metode pengajaran, FATHUL KUTUB ini layak dicungi Jempol.
“Laqod qola Al-Mushonif”….LAQOD : wus, Qola : ngendiko, Al-mushonif : Sopo iku kyai Mushonif.
Lha kalau cara membacanya seperti begini, Rektor Al-Azhar sekalipun juga tidak akan bisa membacanya. Lagian kan MUSHONIF itu artinya pengarang. Jadi apapun nama buku-nya, siapapun pengarangnya, maka tetap akan disebut “Al-Mushonif”. Maka itu terbersit di fikiran para santri itu…”Hebat sekali Kyai Mushonif ini ya, bukunya banyak dan karangannya luar biasa”. Itu yang terjadi di zaman dulu.
Sekarang FATHUL KUTUB menjadi tolak ukur keberhasilan pembelajaran Bahasa Santri-Santri Gontor. Karena semua Kitab berbahasakan Arab. Maka Ustadz hanya akan melaksanakan Fungsinya sebagai pembimbing tentang bagaimana cara membaca Kitab itu, bukan menterjemahkannya. Berbagai masalah dibahas dalam Forum ‘Bahtsul Masail”, dari mulai Masalah Tauhid, mengenai Rububiyatullah, Uluhiyatullah, apakah Allah bertempat tinggal, bagaimanakah Allah “melihat”, bagaimana Taqdir Allah itu, sampai kepada masalah keseharian seperti Hukum KB, Khitan Perempuan, hukum anak hasil zina, bagaimana memakai celana yang kotor karena tanah untuk sholat, dan lain sebagainya.
Bisa jadi pembahasan yang dilakukan di kelompok itu hanya menghasilkan debat panjang tanpa kesimpulan. Tapi karena debatpun harus dilakukan dengan Bahasa Arab, maka yang penting juga bahasa santri-santri Gontor berkembang. Memang, sebagai sebuah proses debat dan BAHTSUL MASAIL, santri-santri ini tentu tidak bisa dibandingkan dengan Forum BAHTSUL MASAIL-nya Nahdlatul Ulama misalnya. Karena pengikutnya para Kyai yang sudah mumpuni kelimuannya. Tapi sebagai sebuah metode pengajaran, FATHUL KUTUB ini layak dicungi Jempol.
Rahmatullah Oki Rahardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar