Oleh : Wildan Baihaqi, SAg.
Pendahuluan
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang
sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA
mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama
berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan
Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi atau rempah-rempah di Indonesia sambil
berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun
belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan
Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo
menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M,
telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun
746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun
peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya
adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya
tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para
pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman
penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M,
penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat
bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut
disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti
Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa
kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam
dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara
lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan
Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas
Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam
bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam
datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan
merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang
benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan
terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini,
perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat.
Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar
diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut,
migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.
Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya
menguasai daerah demi daerah di
Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad
ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara
disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai
peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah -
terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti
menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan
dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan
ummat Islam Nusantara dengan umat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah
terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan umat
Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang
mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15
Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka
untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan
ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib
pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam
memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih
menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum
Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin
kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di
Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan
Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka
pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang
putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih
terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga
kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat
berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki
Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan
semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah
Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami
keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum
Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam.
Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup
Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas
dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang
penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat,
namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan
meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik
licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada
berbagai pertempuran melawa Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam
di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten,
Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18
seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri
(Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Ada sesuatu
yang sangat mengagumkan, agama Islam berkembang dengan sangat pesat, bahkan
hanya dalam waktu kurang dari satu abad, agama Islam sudah mampu mewarnai
hampir setengah dunia. Di zaman Daulah Bani Umayah, umat Islam sudah mampu
menguasai Afganistan, Sind, Punjab, Afrika Utara, Spanyol, Suriah, Palestina,
Semenanjung Arab, Irak dan Kirgis (di Asia Tengah).
Bukan itu saja, agama Islam telah mampu membawa bangsa
Arab yang semula terbelakang, bodoh dan tidak terkenal, menjadi bangsa yang
maju. Bergerak cepat mengembangkan dunia, membina satu peradaban yang penting
artinya dalam sejarah manusia sampai sekarang, Bahkan kemajuan Barat pada
mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk Eropa melalui Spanyol. Agama
Islam memang berbeda dengan agama-agama yang lain. H.A.R Gibb di dalam bukunya Whiter
Islam menyatakan “ Islam is indeed
much more than a system of theology, it is a complete civilization”. (Islam
sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang
sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan
adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan peradaban Islam.
Sebenarnya masa depan perkembangan agama Islam sangat
cerah. Pada saat ini saja jumlah umat Islam di seluruh dunia sudah mencapai
lebih dari satu milyar. George Bernard Shaw pernah meramalkan perkembangan
Islam “ if any religion has the chance of ruling over England, way Europe,
within the next hundred years, it can only Islam”. (apabila ada agama yang
mempunyai kesempatan untuk mengusai Inggris, ya bahkan Eropa, dalam beberapa
ratus tahun mendatang ini, maka agama itu hanyalah Islam).
Pembahasan
Bangsa Indonesia sejak zaman pra sejarah sudah dikenal sebagai bangsa yang
gemar berlayar mengarungi lautan lepas. Sejak abad pertama masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdangangan
antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka, sejak zaman
kuno merupakan wilayah yang jadi pusat perhatian, terutama karena hasil bumi
yang di jual disana menarik perhatian pedagang. Pala dan cengkeh yang berasal
dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, selanjutnya dijual kepada
pedagang asing. Pelabuhan – pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa, sejak abad
ke 1 sampai dan 7 M, sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri ( Aceh ),
Barus dan Palembang di Sumatera, Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Sejak abad ke 7 M( abad 1 H ), para pedagang
asal Arab, Parsia dan India sudah ada
yang sampai di kepulauan Indonesia. Malaka merupakan pusat utama lalu lintas
perdagangan dan pelayaran. Melaui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari
seluruh Nusantara dibawa ke China dan India, terutama Gujarat yang melakukan
hubungan dagang langsung dengan Malaka.
Menurut J.C van Leur, sejak tahun
674 M ada Koloni-koloni Arab di Barat laut Sumatera, yaitu di Barus, yang
singgah dan berdagang di sana.
Pendapat ini memperkuat anggapan
bahwa agama Islam sudah masuk di Indonesia sejak abad ke 7 M. karena para
pedagang Arab itu di samping berdagang juga sekaligus berda’wah.
M.C Ricklefes menyatakan penduduk
Indonesia menganut agama Islam melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi
berhubungan dengan agama Islam dan menganutnya. Kedua, orang-orang Asia (Arab, India, Cina dll) yang
telah masuk Islamtinggal secara permanen di suatu wilayah di Indonesia,
melakukan pernikahan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa,
sehingga sebenarnya mereka sudah menjadi orang jawa atau suku lainnya.
Islam
merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal ini
tentu bukanlah sesuatu yang asing lagi Anda, karena di beberapa
buku sejarah mungkin Anda sudah sering
mendengar atau membaca bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penganut
agama Islam terbesar di dunia. Agama Islam
masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke
daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan
Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang
mendukungnya.
Proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan
teori Persia. Ketiga
teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya
Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama
Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut,
adalah sebagai berikut :
Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
1.
Seminar masuknya Islam di Indonesia
(di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al Mas’udi, yang menyatakan
bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung
ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai
timur Sumatera.
2.
Dari Harry W. Hazard dalam Atlas
of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu
singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
3.
Dari Gerini dalam Futher India
and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin
sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
4.
Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary
Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago
(1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan
Malaya-Indonesia pada 672 M.
5.
Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam
Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin
Arab telah masuk ke Malaya.
6.
Prof. S. Muhammmad Huseyn Nainar,
dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan
Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin
India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
7.
W.P. Groeneveld dalam Historical
Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan
bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung
ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
8.
T.W. Arnold dalam buku The
Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith,
menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah
(Abad 7 M).
Islam Masuk
Ke Indonesia pada Abad ke-11:
Satu-satunya sumber ini adalah
diketemukannya makam panjang di daerah Heran, Gresik, Jawa Timur, yaitu makam Fatimah Binti Maimun. Pada makam itu
terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berjangka tahun 475 H (dimasehikan 1082 M)
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di
Samudra Pasai. Peureulak dan Palembang di Sumatera. Komunitas Islam baru
betul-betul Nampak ketika sudah berubah menjadi pusat kekuasaan.
Proses Islamisasi terjadi kerena persentuhan antara
penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab, Persia dan India di pesisir
Aceh. Dengan demikian dapat dipahami kerajaan Islam pertama yang berisi di
kepulauan Nusantara ini berada di Aceh, yaitu kerajaan Samudra Pasai yang
berdiri pada pertengahan abad ke-13 M.
- Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa
ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulak) di Aceh, pada tahun 1292 M.
- K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China
telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
- J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en
Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
- Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C.
Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan sudah adanya beberapa
kerajaaan Islam di kawasan Indonesia.
Berdasarkan berita Tom Pires
(1512-1515) dalam Suma Orientalnya dapat diketahui bahwa daerah-daerah di
bagian pesisir Sumatera Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai
Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan Islam, tetapi yang
belum Islam banyak pula, yaitu antara Palembang dan daerah-daerah pedalaman
Aceh, Sumatera Barat, terutama terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politiknya
pada abad ke-16-17.
Di daerah pesisir Jawa Timur sampai sebelah timur Surabaya sudah memeluk
agama Islam dan sering terlibat peperangan-peperangan dengan daerah-daerah
pedalaman, terkecuali Tuban yang masih tetap setia kepada raja Hindu Budha.
Beberapa diantara raja-raja yang beragama Islam di daerah pesisir adalah orang
Jawa yang masuk agama Islam. Bebarapa diantaranya bukanlah orang Jawa asli,
tetapi Cina, India, Arab dan Melayu yang beragama Islam yang telah menetap di
daerah pesisir dan mendirikan pusat-pusat perdagangan.12
Tom Pires
menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak
dan kerajaan-kerajaan di daerah pesisir Jawa Timur, Jawa Tenga dan Jawa Barat,
disamping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu.
Dengan bukti-bukti adanya makam-makam yang
terdapat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa ajaran agama Islam sudah
berkembang sejak kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.
Menurut
Samsul Munir Amin dalam bukunya yang berjudul Sejarah Peradaban Islam, bahwa
ada beberapa jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam dalam penyebaran
Islam di Indonesia :
1. Melalui jalur Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan, Islamisasi
melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melakukan dakwah Islam,
sekaligus juga sebagai pedagang yang menjajakan dagangannya kepada penduduk
pribumi. Hal ini berlangsung kira-kira pada abad ke-7 hingga ke-16 M, kerena
kesibukan lalu lintas perdagangan ini membuat para pedagang muslim (Arab,
Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri
barat, tenggara, dan timur benua Asia.
2. Melalui jalur perkawinan
Dari sudut ekonomi,
para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik
untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum nikah mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah meraka memiliki keturunan,
lingkungan mereka semakin luas. Sehingga timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajaan-kerajaan muslim. Dengan melalui jalur perkawinan, para penyebar
Islam melakukan perkawinan telah
menanamkan cikal bakal kader-kader Islam. Dengan
menunggu angin muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk
asli. Dari perkawinan itulah terjadi interaksi sosial yang
menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
3.
Melalui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal sebagai
pengajar-pengajar tasawuf. Mereka mengejar teosofi yang bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam
hal magis dan kekuatan-kekuatan memiliki kemampuan menyembuhkan. Di antara
meraka ada juga yang mengawini putri-puri bangsawan setempat. Dengan tasawuf,
“bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan
alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehinga agama baru
itu mudah dimengerti dan mudah diterima. Kehidupan mistik bagi masyarakat
Indonesia sudah menjadi kepercayaan mereka. Oleh karena itu, tasawuf atau
mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat
Indonesia. Misalnya, menggunakaan ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses
penyebaran agama Islam kepada penduduk setempat.
4.
Melalui jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia ini,
juga dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid
dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru agama, kiai dan ulama. Jalur
pendidikan digunakan oleh para wali khususnya di jawa dengan membuka lembaga
pesantren sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam di kemudian hari.
Setelah keluar dari pesantren atau pondok, mereka pulang ke kampung
masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu megajarkan Islam. Misalnya
pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di ampel Denta Surabaya, dan pesantren
Giri yang didirikan oleh Sunan Giri di Gresik keluaran pesantren Giri ini
banyak yang di undang ke Maluku untuk melakukan dakwah Islam di sana.
5.
Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran
Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya.
Pendekatan jalur kesenian dilakukan para penyebar Islam seperti walisongo untuk
menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah
tertarik di karenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga pertunjukan
seni, tetapi ia meminta bayaran mengikutinya mengatakan kalimat syahadat. Tetapi di dalam cerita itu di siapkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur, dan seni ukir.
6.
Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran
Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di Indoneaia.
Sebagaimana diketahui, melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi
dakwah mereka di kalangan para pembesar kerajaan seperti Majapahit, Pajajaran
bahkan para walisongo juga mendirikan kerajaan Demak, Sunan gunungjati juga
mendirikan kerajaan Cirebon dan kerajaan Banten, Kesemuanya dilakukan untuk
melakukan pendekatan dalam rangka penyebaran Islam, Baik di Sumatra, Jawa
maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan-kemenangan secara
politik banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam untuk masuk Islam.
Sejak Islam
dikenal di Indonesia, Islam terus berkembang dengan pesat, bahkan menurut para
sejarawan, Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai jalur seperti yang
disebutkan diatas. Sehingga Islam begitu cepat diterima oleh masyarakat
Indonesia yang pada waktu itu masih banyak yang menganut agama Hindu, Budha,
bahkan Animesme dan dinamisme.
Selain
melalui jalur perkawinan dan perdagangan, pembentukan
masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian
berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van Leur). Adapun Gerakan Dakwah, melalui dua jalur
yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama
Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu
ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sistem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai
sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
Dari ketiga model perkembangan Islam
itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia.
Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam
bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa
komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan
komunikasi “ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses
terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki
komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan kolonial.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?
Sebelum pengaruh Islam masuk
ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari
Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan
sinkretis merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui
perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa
Arab, Persia, India dan China punya andil melancarkan perkembangan Islam di
kawasan Indonesia.
Gujarat (India)
Pedagang Islam dari
Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
- Ukiran
batu nisan gaya Gujarat.
- Adat
istiadat dan budaya India Islam.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan
Islam dengan beberapa bukti antar lain:
- Gelar
“Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
- Pengaruh
aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
- Pengaruh
madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di
pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
- Menurut
al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman,
Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan Islam di lingkungannya,
sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.
- munculnya
nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan Islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut
China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?), mengenalkan Islam di
pantai dan pedalaman Jawa dan Sumatera,
dengan bukti antar lain :
- Gedung
Batu di semarang (masjid gaya China).
- Beberapa
makam China muslim.
- Beberapa
wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa
Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga
terjadi dialog budaya dan pergaulan sosial yang
penuh toleransi (Umar kayam:1989)
Kerajaan-kerajaan
Islam Pertama di Sumatera
1.
Samudra Pasai
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai yang
terletak di pesisir timur laut Aceh, Kabupaten Lhok Seumawe. Munculnya daerah
tersebut sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai abad ke-13 M. Hal ini mungkin hasil proses
Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang
muslim sejak abad ke-7 M. Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai ini didukung oleh adanya nisan kuburan
yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan ini dapat diketahui
bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 1297 M.
Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Malik
al-Merah. Gelar sebelum menjadi raja adalah Merah Sile. Dia masuk Islam berkat
pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah, yang kemudian
memberinya gelar Malik al-Shaleh.
Kerajaan maritime ini perekonomiannya berbasis
perdagangan dan pelayaran. Di Pasai ada mata uang dirham, hal ini menunjukkan
bahwa kerajaan pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun
1524 M. Selanjutnya kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya
selama 3 tahun, kemudian kerajaan Samudra Pasai ini diduduki oleh raja Aceh,
Ali Mughyatsyah dan berada dalam pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di
Bandar Aceh Darussalam.
2.
Aceh Darussalam
Ibu Kota
kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten
Aceh Besar. Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15, diatas puing-puing kerajaan
Lamuri. Oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M) Pada masa pemerintahannya, Aceh
Darussalam mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan. Akibat penaklukan
Malaka oleh Portugis, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara
melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui Selat Sunda dan
menyusuri pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian Aceh menjadi
ramai dikunjungi oleh saudagar dari berbagai Negara.
Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah
kekuasaanya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke
Pasai pada tahun 1524 M. Selanjutnya melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera
Timur. Puncak kejayaan kerjaaan Aceh
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar muda (1608-1637). Pada masanya,
Aceh mengusai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatera. Hanya
orang-orang Batk yang berusaha menangkis kekuatan Islam yang datang, bahkan
mereka minta bantuan kepada Portugis.
Kemudian ketika beberapa Sultan
perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukkan
lepas, dan kesultanan menjadi terpecah belah, kacau balautanpa kepemimpinan.
Menjelang abad ke-18, kesultanan Aceh hanya tinggal bayangan belaka dari masa
silamnya.
Kerajaan-kerajaan
Islam di Jawa
1.
Demak
Raden Fatah diangkat menjadi raja pertama kerajaan Demak oleh Wali Songo
yang dipelopori oleh Sunan Ampel Denta. Dia bergelar Senopati Jimbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.24 Demak yang dahulu bernama
Bintaro, merupakan daerah-daerah yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden
Fatah lambat laun daerah ini menjadi pusat perkembangan agama Islam.
2.
Pajang
Kesultanan Pajang terletak di daerah Kartasura.
Raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging.
Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang oleh raja Demak ketiga, Sultan
Trenggono, setelah sebelumnya dinikahkan dengan putrinya.
Pada tahun 1546 sultan Trenggono meninggal dunia. Kemudian muncul kekacauan
di Ibukota, Joko Tingkir segera mengambil alih kekuasaan, karena anak sulung
sultan Trenggono yaitu Susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, yaitu Aria
Penangsang yang menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro sekarang).
3.
Mataram
Kerajaan Mataram bermula
ketika Sultan Adiwijaya meminta bantuan kepada Ki Pamanahan untuk menghadapi
pemberontakan Aria Penangsang. Atas jasanya tersebut, Sultan Adiwijaya member
hadiah kepada Ki Pemanahan daerah Mataram.
Pada tahun 1577, Ki Pamanahan
bertahta di Mataram. Kemudian dia diganti oleh puteranya, Senopati. Sebenarnya
Senopatilah yang dipandang sebagai Sultan Mataram yang pertama, setelah
Pangeran Benawa, -anak Sultan Adiwijaya-, menawarkan kekuasaan atas pajang
kepada Senopati. Walaupun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan,
diantaranya Gong Kiai Sekar Delima, Kendali Kiai Macan Guguh dan Pelana Kiai
Jatayu.
Senopati adalah pemrakarsa
perluasan kerajaan Mataram. Pada tahun 1587 Senopati dapat mengalahkan Pajang.
Kemudian Senopati memperluas kekuasaanya ke arah utara ke wilayah pantai dank e
timur ke lembah-lembah sungai Solo dan Madiun.30
Senopati meninggal tahun 1601,
dimakamkan di istananya Kota Gede. Lalu digantikan oleh puteranya Seda Ing
Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613. Seda Ing Krapyak diganti oleh
putranya Sultan Agung (1613-1646), merupakan raja terbesar Mataram. Pada tahun
1619, seluruh Jawa Timur sudah berada dibawak kekuasaannya. Sultan Agung
meninggal pada tahun 1646. Ia gantikan oleh putranya Amangkurat 1, masa
pemerintahan Amungkurat 1 penuh dengan konflik. Tindakan pertama
pemerintahannya adalah menumpas pendukung Pangeran Alit. Kuarng lebih sekitar
5000-6000 Ulama beserta keluarganya dibunuh (1647), bahkan ia tidak memerlukan
title “Sultan”.
Pemberontakan yang dipimpin
oleh Raden Kajoran muncul pada tahun 1677. Pemberontakan-pemberontakan inilah
yang akhirnya mengakibatkan keruntuhan Mataram.
4.
Cirebon
Kesultanan Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung
Jati. Pada awal abad ke XVI, Cirebon masih merupakan daerah kecil di bawah
kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru
Labuan disana, bernama Pangeran Walangsungsang. Ketika berhasil memajukan
Cirebon, dia sudah menganut agama Islam.
Menurut M.C Riklefs, masa kejayaaan Cirebon
terjadi ketika Sunan Gunung Jati memerintah. Sunan Gunung Jati lahir pada
tahun 1448, dan wafat pada tahun 1568 dalam usia 120 tahun. Dia adalah keponakan
dari Pangeran Walangsungsang dan masih mempunyai hubungan darah dengan raja
Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi.
Sunan Gunung jati mengembangkan Islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti, Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda
Kalapa dan Banten. Di Banten Sunan Gunung Jati berhasil menggulingkan penguasa
local, yang masih beragama Hindu-Budha.
Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568,
kemudian diganti oleh cicitnya Pangeran Ratu. Selanjutnya dia diganti oleh
putranya, Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Karta Wijaya atau Panemnahan
Anom.
5.
Banten
Menurut sumber tradisional,
penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan
Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia memuluskan jalan
bagi kegiatan pengislaman disana.
Islamisasi di Banten
diteruskan oleh putera Sunan Gunung Jati yaitu Hasanuddin, bahkan dia berhasil
meluaskan daerah Islam sampai Lampung dan sekitarnya di daerah Sumatera
Selatan.
Hasanuddin dianggap sebagai
raja Islam pertama di Banten, dia berhasil memerdekakan Banten, ketika
kekuasaan Demak beralih ke Pajang. Hasanuddin meninggal tahun 1570 dan diganti
oleh anaknya. Yusuf. Setelah Sembilan tahun memegang kekuasaan, tahun 1579,
Yusuf menaklukkan Pakuan yang belum Islam, yang pada waktu itu masih menguasai
sebagaian besar daerah pedalaman Jawa Barat.
Simpulan
Sejak para pedagang muslim asal
Arab, Persia dan India yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak
abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.
Malaka merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Baru pada
zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk
pribumi di koloni-koloni pedagang
muslim. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai,
Perak dan Palembang di Sumatra.
Kedatangan Islam dan penyebarannya
dilakukan secara damai. Saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam
saluran, yaitu : 1) saluran perdagangan; 2) saluran perkawinan; 3) saluran
tasawuf; 4) saluran pendidikan; 5) saluran kesenian, dan 6) saluran politik.
Daftar Bacaan
Anas
Mahmud, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur
Pulau Sumatra, Jakarta
Ajid
Thohir, 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, PT. RajaGrafindo
Persada : Jakarta.
Endang
Saifuddin Ansari, Kuliah Al-Islam, Jakarta, 1976
Badri
Yatim, 2004. Sejarah Peradaban Islam
Dirasah Islamiyah II, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2004.
H.J
de Graaf Th dan G. Th. Pigend, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta
1986
H.J.
de Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, Jakarta.
1987
Mahmud Yunus, 1979. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Mutiara : Jakarta.
Marwati
Djoened Poeponogoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia,
Jakarta, 1993
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid
I, Jakarta, 1984.
Taufiq Abdullah (Ed), Sejarah Umat Islam
Indonesia, Jakarta, 1991.
mantap gus... mampir juga ke blog pesantren ana..
BalasHapushttp://mujaddid-sabang.blogspot.com/
sip ok....
Hapus