Kamis, 21 Juni 2012

karakteristik Masyarakat di Pedesaan



Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.


Desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Paul H. Landis dalam Darsono (2005:20) memberi batasan-batasan sebagai berikut

 

a. Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari 2500 orang.

b. Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai dengan keakraban dan keramah-tamahan.

c. Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya berasal dari pertanian

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa ialah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan.

Desa juga merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa desa ialah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan. Selain itu bisa disimpulkan juga bahwa pedesaan adalah sebuah lingkungan yang khas memiliki otonomi dan kewenangan dalam mengatur kepentingan masyarakat yang memiliki kultur serta berbagai kearifan lokal yang khas serta lingkungan yang masih alami dan kondusif yang banyak berpengaruh terhadap karakter masyarakat di pedesaan.

 

Ciri-ciri Desa dan Karakteristik Masyarakat Pedesaan

Karakteristik masyarakat desa menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first). Kondisi ini tidak dapat dipertahankan dengan masuknya pasar dan komersialisasi yang telah menggantikan hubungan patron-klienmenjadi hubungan ekonomis (upah/majikan-buruh).

Meskipun demikian, untuk mengatasi masalah ekonomi, daerah pedesaan telah menemukan sendiri berbagai mekanisme sosial ekonominya yang dikenal sebagai gotong-royong (social exchange). Gotong royong menjadi etos subsistensi yang melahirkan norma-norma moral, seperti adanya norma resiprokal atau timbal balik dalam menikmati bantual sosial. Secara umum, karakterisitik desa terbagi atas tiga, yaitu karakteristik fisik, karakteristik sosial, dan karakteristik ekonomi.

 

Menurut Rahardjo (1999), Desa atau lingkungan pedesaan adalah sebuah komunitas yang selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Beratha (1984), berpendapat bahwa masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan untuk tempat tinggal.

Menurut Bintarto dalam Daljoeni (2003), ada tiga unsur yang membentuk sistem yang bergerak secara berhubungan dan saling terkait dari sebuah desa, yaitu :

·      Daerah tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis,

·      Penduduk, jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk,

·      Tata Kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.

Koentjaraningrat (2005),  berpendapat bahwa masyarakat di pedesaaan merupakan sebuah komunitas kecil yang memiliki ciri-ciri yang khusus dalam pola tata kehidupan, ikatan pergaulan dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu ; 1) para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para warganya dapat menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan.

Menurut Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah jawa, bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menjunjung kebersamaan dalam bentuk gotong royong, gugur gunung dan lain sebagainya,

b. Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu bila berkunjung ke rumah,

c. Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata susila dan lain sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.

d. Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa panen dan masa tanam,

e. Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap agenda dan kegiatannya,

f. Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,

g.  Mencintai seni dan dekat dengan alam.


Menurut Shahab (2007),  secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai berikut ;

a. Mempunyai sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku,

b. Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,

c. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya,

d.  Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota.

Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daljoeni (2003),  bahwa ciri – ciri wilayah desa antara lain;

a. Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari jumlah penduduknya, kepadatan rendah).

b.  Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian)

c. Hubungan antar warga amat akrab

d. Tradisi lama masih berlaku.

Pedesaan dan masyarakat desa merupakan sebuah komunitas unik yang berbeda dengan masyarakat di perkotaan. Sementara segala kebijakan dan perundangan-undangan adalah produk para pemangku kebijakan yang notabene adalah masyarakat perkotaan, maka masyarakat desa memiliki kekhasan dalam mengatur berbagai kearifan-kearifan lokal.

Secara sosial, corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman( (Soetardjo, 2002).

Berbagai karakteristik masyarakat pedesaan di atas seperti potensi alam, homogenitas, sifat kekeluargaan dan lain sebagainya menjadikan masyarakat desa sebuah komunitas yang khusus dan unik.

Tipologi Desa

Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo (1984:18), tipologi desa terbagi atas 10 jenis yaitu :

·      Desa pertanian adalah desa yang dibentuk dari sekumpulan manusia yang pertama berupa masyarakat pertanian. Bersama sama mereka membuka hutan belukar dan masing – masing atau secara bersamaan mereka mengolah tanah yang kosong untuk ditanami tu buh- tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan – bahan makanan. Maka dari itu, di daerah daerah yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan desa yang kuat dan banyak penduduknya.

·      Desa Perikanan dan Pelayaran adalah  Desa yang dibentuk oleh orang orang penangkap ikan atau oleh orang-orang pelaut yang pekerjaannya mengangkut barang-barang dagangannya ke seberang lautan. Demikian juga halnya di tepian-tepian sungai besar.

·      Desa peternakan adalah desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai peternak.

·      Desa pasar (dagang) adalah desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat bertemu satu dengan yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasikan masyarakat sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin lama tumbuh suatu masyarakat dari orang-orang yang pekerjaannya membeli dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di tempat lain.

·      Desa istirahat adalah suatu tempat dimana kendaraan yang berjalan dari jarak jauh biasa diberhentikan untuk memberi istirahat kepada hewan yang menarik kendaraan dan kepada orang-orang yang menjadi pengendara serta para penumpang. Dengan sendirinya maka di tempat itu berdirilah sebuah warung dimana orang dapat membeli makanan dan minuman. Lambat laun tidak saja makanan dan minuman, bahkan barang-barang akan dijual disitu.

·      Desa tambangan adalah desa dimana tukang-tukang perahu menyebrangkan kendaraan-keandaraan dan orang-orang dari satu seberang ke seberang lain.

·      Desa tempat keramat adalah desa yang tumbuh di dekat tempat yang dianggap keramat. Sebuah candi yang mendapat kunjungan dari masyarakat, makam yang dimuliakan, dan sebagainya, sering kali tumbuh masyarakat yang nantinya akan berkembang pula menjadi desa.

·      Desa tambakan,setelah ada orang yang menemukan bibit dari laut yang dapat dipelihara di daratan dan dalam air asin ternyata menjadi ikan yang lezat rasanya dan diberi nama ikan bandeng, maka di tepi laut orang membuat kolam dari air laut yang di beri nama tambak unutk memelihara ikan bandeng tersebut. Dengan demikian di pesisir tumbuh masyarakat-masyarakat tambakan dari orang-orang yang memelihara ikan bandeng

·      Desa sumber air adalah desa yang tumbuh di dekat suatu sumber air yang besar.

·  Desa pertambangan adalah desa yang tumbuh di dekat wilayaha yang menghasilkan hasil-hasil pertambangan.

Pola Pengelompokan Desa

Menurut Daldjoeni (2003:60), ada beragam bentuk desa yang secara sederhana dikemukakan sebagai berikut

Bentuk desa menyusur sepanjang pantai (desa pantai).

Bentuk desa yang terpusat (desa pegunungan).

Bentuk desa linier di dataran rendah.

Bentuk desa mengelilingi fasilitas tertentu

Pola Permukiman Desa

Kondisi fisik lingkungan merupakan faktor penting dalam proses memukimi maupun produk yang berupa permukiman (Bockstael, 1996). Pola persebaran permukiman rural lebih banyak ditentukan oleh faktor fisik lingkungan dibandingkan pertimbangan-pertimbangan sosio-ekonomik semata (Knox,2004) (Hardie,1997).

Karakteristik permukiman penduduk yang bercirikan bentuk memanjang dengan pola mengelompok (clustered), berkepadatan tinggi, dan proporsi bangunan permanen seimbang dengan bangunan non permanen, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan maupun kondisi sosial ekonomi penduduk. Terbentuknya pola persebaran permukiman tertentu dipengaruhi oleh faktor internal penghuni yang berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, serta faktor eksternal yang didominasi oleh faktor fisik lingkungan (Yunus, 1989)(Gustafson, 1998). Pada setiap lokasi geografis tertentu memiliki kondisi fisik lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda, sehingga determinan terbentuknya pola persebaran permukiman pada masing-masing tempat juga berbeda-beda (Fajita, 1982).

Menurut Darsono Wisadirana (2004:45), pola permukiman berdasarkan tipologi masyarakat desa adalah sebagai berikut

·      Tipe masyarakat dengan pola permukiman tersebar, tipe masyarakat desa ini mencirikan adanya rumah-rumah bangunan tempat tinggal yang tersebar secara berjauhan satu sama lain.

·      Tipe masyarakat desa dengan tempat permukiman yang terkumpul. Tipe permukiman dicirikan dengan adanya bangunan-bangunan rumah tinggal yang berkumpul dan berjajar di sepanjang desa, baik berupa jalan sungai maupun jalan darat. Pada tipe masyarakat desa seperti ini, rumah tinggal dibangun di atas tanah yang luas,  di belakang bangunan rumah tinggal terdapat sebidang tanah yang diusahakan sebagai sumber mata pencaharian hidup.

·      Tipe masyarakat desa dengan permukiman melingkar, tipe masyarakat desa ini dicirikan dengan rumah tempat tinggal penduduk berada di tepi jalan yang melingkar, sehingga kampung ini terlihat seperti sebuah lingkaran permukiman.

Penggunaan Lahan di Pedesaan

Sebagian besar penduduk perdesaan mempunyai pencaharian di sektor pertanian. Oleh karena itu penggunaan lahan di daerah perdesaan sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian. Disamping itu juga dimanfaatkan untuk permukiman, peternakan, kehutanan, dan sosial. Bentuk penggunaan lahan pertanian yang ada di Indonesia dapat dibedakan menjadi pertanian rakyat, perkebunan, peternakan dan perikanan, serta kehutanan.

·      Permukiman

·      Pertanian Rakyat

·      Perkebunan

·      Peternakan

·      Perikanan

·      Kehutanan

Infrastruktur

Menurut Grigg (1988) dalam Ufie Jusuf (2009), Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000) dalam Ufie Jusuf (2009).Infrastruktur meliputi

a) Jalan

b) Drainase

c) Jaringan air bersih

Desa Perbatasan

Desa perbatasan adalah suatu desa atau wilayah desa yang berletak diantara 2 atau lebih wilayah administratif. Desa perbatasan umumnya memiliki konflik akibat kurangnya penegasan batas wilayah pada suatu wilayah administratif. Salah satu sebabnya adalah karena daerah menjadi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya. Daerah dituntut untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya di daerahnya. Kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi penentu bagi daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Oleh karena itu daerah-daerah menjadi terdorong untuk mengetahui secara pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya, terutama yang memiliki potensi sumber daya yang mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Desa tertinggal

Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain :

·      Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.

·      Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan.

·      Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.

·      Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

·      Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.

·      Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.

Kriteria penetapan daerah tertinggal

Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik

Strategi

Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi:

Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal  (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik

Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju

Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk  meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah  dan masyarakat di daerah tertinggal.

Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.

1 komentar: