Senin, 11 April 2011

Pendekatan Belajar Agama

1.      Pendahuluan

Belajar adalah tahapan perubahan prilaku siswa yang relative positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif[1]. Dalam proses belajar, termasuk belajar agama diperlukan pendekatan-pendekatan yang sesuai yang bisa membantu proses belajar siswa. Agar tujuan Pembelajaran Agama yaitu peningkatan potensi spiritual dan pembentukan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia, menjadi lebih mudah tercapai.
Siswa pada tingkat SMA atau MA adalah siswa yang menurut teori enam tahap perkembangan pertimbangan moral versi Kohlberg, telah masuk pada tingkat III yaitu tahap Moralitas Pascakonvensional dengan berbagai konsep moralnya.[2] Sehingga alternative pendekatan belajar Agama bagi siswa SMA/MA yang tepat dan memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa merupakan persyaratan untuk membantu siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Siswa pada tingkat ini juga memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan dengan tingkat sebelum atau sesudahnya. Hal ini erat hubungannya dengan perkembangan siswa. Menurut Prof. Dr. Muhibbin Syah, perkembangan adalah rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang yang lebih sempurna.[3] Dari definisi di atas bisa di simpulkan bahwa, perkembangan siswa, baik secara fisik maupun mental, memiliki andil besar dalam proses belajar. Mengingat masa SMA bila diambil rata-rata usia mereka adalah 15-18 tahun adalah masa yang menurut para ahli psikologi adalah masa yang rentan dan sulit. Masa perkembangan remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi si remaja sendiri tapi juga bagi para orang tua, guru dan masyarakat sekitar. Banyak tingkah laku para remaja dianggap menyimpang dan merepotkan banyak pihak termasuk para penegak hukum. Hal-hal tersebut terjadi karena individu remaja sedang berada di persimpangan jalan antara dunia anak-anak dan dewasa. Dengan demikian bimbingan moral dalam hal ini Agama menjadi hal yang perlu adanya.

2.       Pembahasan
Belajar Agama, sebagaimana dalam pengertian belajar secara umumnya mencakup tiga hal; kuantitatif yaitu penambahan materi secara jumlah, institusional yaitu tinjauan kelembagaan tentang keabsahan seorang siswa dalam menguasai materi yang dinyatakan dengan skor dan kualitatif yaitu pengertian belajar dari tinjauan mutu, artinya siswa dapat memahami dan menafsirkan lingkungan sekitarnya.  Apabila dilihat dari fungsi Agama sebagai control moral dan social, maka definisi belajar agama lebih tepat menggunakan tinjauan mutu yaitu proses perolehan arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta kemampuan menafsirkan dunia di sekelilingnya dengan di dasari keimanan, ketakwaan dan akhlak yang mulia.
Dalam proses belajar ada beberapa factor yang mempengaruhi belajar siswa diantaranya; 1) factor internal 2) Faktor eksternal 3) Faktor pendekatan belajar. Faktor internal adalah factor yang muncul dari dalam siswa yaitu keadaan jasmani dan rohani siswa. Faktor eksternal adalah factor yang muncul dari luar siswa, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa dan factor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa.[4]
Faktor-faktor diatas bisa dijadikan landasan untuk mencari alternative pendekatan belajar agama pada siswa MA. Namun perlu diperhatikan beberapa hal mengingat setiap siswa memiliki kebutuhan masing-masing sesuai dengan tahapan perkembangan siswa itu sendiri. Artinya usia SMA/MA adalah usia ketika peserta didik sudah memasuki masa remaja atau dewasa dengan berbagai macam konsep moralnya. Sehingga diperlakukan modifikasi pendekatan belajar agama pada usia ini.
Pendekatan-pendekatan belajar itu sendiri terdapat beberapa macam diantaranya Pendekatan Hukum Jost, yaitu pendekatan belajar dengan cara mencicil.[5] Proses pendekatan ini berguna untuk materi-materi yang bersifat hafalan atau pembiasaan keterampilan tertentu, yang dalam belajar agama hal ini cukup sesuai bila dipraktekkan pada pembiasaan siswa untuk membaca Al-Qur’an dalam rangka melancarkan bacaannya juga memahami ayat-ayatnya.
Pendekatan belajar berikutnya adalah pendekatan Ballard dan Clanchy, yaitu pendekatan belajar yang dipengaruhi oleh sikap atau attitude siswa terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga menurut Ballard dan Clanchy (1990), ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan yaitu;
a.             Sikap melestarikan yang sudah ada (conserving). Dengan pendekatan belajar “reproduktif” yaitu bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi, yang dalam hal belajar agama tentu ini amat idealis, mengingat belajar Agama adalah belajar dogma, sehingga keyakinan dan keimanan adalah modal utama dalam belajar Agama.
b.            Sikap memperluas materi (extending). Dengan pendekatan belajar “analitis” yaitu berdasarkan pemilahan dan intrepetasi fakta dan dan informasi yang dalam belajar agama ini bisa diartikan pendalaman ilmu yang sudah disimpan dalam system memori dengan pencarian hikmah dibalik tasyri’ yang pada akhirnya akan terbentuk sebuah materi yang sama dalam pola yang berbeda. Juga dengan pendekatan “spekulatif” yaitu berdasarkan pemikiran yang mendalam. Dalam hal ini bukan tidak meyakini materi yang sudah ada, namun dengan pemikiran yang mendalam siswa pada tahap ini sudah mulai berpikir tentang pengetahuan baru pengembangan dari materi yang sudah ada.
Pendekatan belajar berikutnya adalah pendekatan Biggs (1991), yang menurutnya pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk dasar. Biggs menyimpulkan bahwa prototipe - prototipe pendekatan belajar ini pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motifnya , bukan karena sikapnya terhadap ilmu pengetahuan. Tiga hal tersebut adalah;
a.             Pendekatan Surface (permukaan/bersifat lahiriah), yang dalam belajar Agama siswa yang belajarnya banyak dipengaruhi factor luar. Tujuan utamanya amatlah dangkal yaitu tidak gagal dalam suatu lembaga pendidikan. Karena bila gagal dia akan merasa malu. Biasanya siswa pada tingkat ini lebih banyak belajar diluar lembaga formal dalam suasana yang menurutnya kondusif dan menyenangkan.
b.            Pendekatan deep (Mendalam), siswa yang belajar Agama melalui pendekatan ini cenderung banyak bertanya dan banyak membaca, untuk mengobati rasa haus dia akan sesuatu ilmu. Menurutnya prestasi dalam belajar memang penting, namun siswa dengan pendekatan belajar seperti ini mendalami penguasaannya terhadap beberapa hal yang dia butuhkan jauh lebih penting.
c.             Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)[6]. Siswa dengan pendekatan belajar seperti ini cenderung akan amat efektif dalam mengoptimalkan waktu dan usaha disebabkan ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi dengan cara meraih indeks prestasi setinggi - tingginya. Siswa yang menggunakan pendekatan Achieving ini mempunyai study skills dalam artian sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja dan penelaahan isi silabus. Baginya kompetisi untuk meraih nilai tertinggi sangat penting sehinggga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana terus maju kedepan.
Dengan demikian setiap siswa, memiliki cara dan pendekatan atau strateginya masing-masing dalam belajar agama. Hal ini bisa diaplikasikan dalam belajar membaca Al-Qur’an, praktek ibadah, Tafsir, Hadis, akidah dan akhlaq serta sejarah peradaban Islam sebagai proses pengambilan uswah hasanah. Setiap pendekatan belajar di atas memiliki manfaatnya masing-masing tergantung sejauh mana kebutuhan para siswa akan belajar Agama.

3.      Simpulan
a.      Proses belajar Agama sebagai pilar kehidupan yang dalam hal ini dikhususkan bagi siswa SMA / MA sebagai siswa dalam usia labil, menjadi lebih efektif bila dilaksanakan beberapa pendekatan belajar.
b.      Pendekatan belajar dapat diartikan, segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses dalam mempelajari materi. Strategi ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa untuk memecahkan masalah, meliputi strategi dan metode belajar yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi pelajaran.
c.       Ragam pendekatan belajar ini dapat diaplikasikan sesuai dengan karakter khusus dari para siswa dan materi yang diajarkan.








Daftar Pustaka
Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Th. 2010
Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. Jakarta, Rajawali Pers, Th.  2010.



[1] Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,(Jakarta, Rajawali Pers, 2010).hal. 114.
[2] Ibid.hal. 41.
[3] Ibid.hal. 41.
[4] Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya; 2010).hal.129.
[5] Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya; 2010), hal. 125.
[6] Prof. Dr. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya; 2010),  .hal.126.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar