Kamis, 02 April 2020

Sahabatku dan Gedung Lama




Sahabatku dan Gedung Lama

Malam itu dari kamarku aku melangkah  menuju ke gedung Lama di mana aku terbiasa belajar di tempat itu. Sebelum keluar aku selalu melihat jam dinding di sebelah kiri pintu keluar menunjukkan jam 19.45. posisi jam dinding ini memang paling pas menurutku, entah menurut teman-temanku, karena aku sendiri yang memasangnya di situ.
Gedung lama yang kusebutkan tadi, selain tempatnya sepi,
amat kondusif untuk suasana belajar, entah kenapa disebut Gedung lama, mungkin karena ini adalah bangunan lama yang telah melewati beberapa kali renovasi sehingga tidak terlihat seperti gedung tua. tempat itu juga menjadi tempat yang penuh kenangan. Kenangan bersama sahabatku Ajun.
Ya, Ajun sahabatku yang kukenal 8 bulan yang lalu ketika aku mulai mesantren. Ajun adalah orang yang paling akrab denganku akhir akhir ini sebelum akhirnya dia izin pulang ke kampung nya di Tasik untuk keperluan pengobatan. Aku tahu  Ajun pulang dari seorang teman dan aku percaya.
Walaupun kami akrab namun hanya sedikit cerita dari dirinya yang aku ketahui. Dia agak pendiam bila menyangkut urusan pribadi dan keluarganya. Berbeda denganku yang selalu curhat kepada dia tentang diriku.
Alasan keakraban aku dan Ajun pada dasarnya adalah asal kami yang sama-sama dari suku sunda. Aku dari Bandung sedangkan Ajun dari Tasik. Kami biasa belajar bersama di tempat ini. Gedung Lama, gedung ini merupakan gedung dua lantai dengan gedung satu lagi di depannya yang dihubungkan dengan tangga sehingga membentuk semi lorong, walaupun begitu aku akan tetap bisa melihat siapa saja yang ada di masing-masing ruangan di gedung itu dari jauh karena di samping gedung terdapat areal yang cukup luas. Aku dan Ajun biasanya berada di lantai bawah ruangan kedua dari timur Pesantren. Di bagian belakang Gedung ini adalah Makam para sesepuh dan santri yang meninggal ketika mondok. Tapi aku tidak takut karena aku yakin mereka para Almarhum adalah orang-orang yang baik dan soleh selama hidupnya.
Hanya sedikit yang aku ketahui dari Ajun. Dia punya keinginan untuk menjadi seorang pemuka agama dan ingin berdakwah terutama kepada keluarganya yang kata dia masih jauh dari dasar Agama. Itu saja selebihnya aku tidak tahu, termasuk alasan dia pulang ke kampung dengan alasan berobatpun aku merasa itu hanyalah alasan yang dibuat buat. Karena setahuku dia tidak pernah terlihat sakit. Tapi entahlah dia memang jarang  bercerita tentang dirinya.
Satu hal masih kuingat adalah, Ajun seringkali bertanya kepadaku tentang banyak pelajaran. Dia mengaku memiliki kesulitan dalam menghafal dan memahami pelajaran yang kebanyakan berbahasa Arab. Bahkan untuk pelajaran yang nenurutku paling mudah dia masih mengaku kesulitan.
 “to ishroh dong! Suatu ketika Ajun berkata “ artinya dia meminta saya untuk menjelaskan beberapa kalimat berbahasa Arab.
“ente kenapa ga faham Jun? Jawabku. “ustadz kan udah ngejelasin berkali-kali “
 “ga tau to, katanya ada sesuatu di diri ane yang ngehalangin ilmu masuk ke ane” Jawab Ajun.
  “apa itu sul? Kata siapa?“ aku biasa memanggil teman sedaerah dengan “sul” kependekkan dari “konsul”.
Seperti biasa Ajun tidak menjawab.
Aku mengerti, kemudian aku kembali ke penjelasan pelajaran yang tadi dia tanyakan.
Entahlah, beberapa bulan mengenal Ajun tidak menjadikan aku mengenalnya lebih dalam. Aku hanya tahu dia baik dan setia kawan.
Di pesantren kami hidup di asrama dua lantai dengan jumlah penghuni setiap kamarnya yang variatif. Dari 40 hingga 20 orang per kamar. Aku di kamar 02 sedangkan Ajun di kamar 06 yang jumlah penghuninya lebih banyak. Kami tinggal di lantai dua. Tiap bakda subuh pasti aku melihatnya di pangkal lorong menuju kamar mandi menungguku. Aku selalu ingat itu bahkan hingga sekarang aku selalu berharap Ajun menungguku di tempat itu.
“Semoga lekas sembuh jun” aku berkata dalam hati.
Lamunanku buyar seketika ketika ada orang yang mengetuk jendela. Dalam setengah sadar aku memperhatikan dan kaget bercampur gembira ketika ternyata yang mengetuk jendela adalah Ajun.
 “ma sya Allah jun, kapan datang? Kok gak bilang bilang?” Tanyaku.
Ajun Cuma tersenyum.
              “ya udah sini masuk! “ kataku.
Ajun diam saja sambil tetap tersenyum. Aku tidak kaget dengan sikapnya yang pendiam seperti itu.
   “to “ Ajun tiba-tiba berkata. Aku pun berdiri dan hendak keluar ruangan. Pikirku kurang nyaman kalau harus mengobrol terhalang jendela.
Ajun mengangkat tangan sebagai isyarat agar aku tetap duduk di tempat. Ok aku kembali duduk, sambil menunggu apa yang akan diucapkannya.
Aku lihat Ajun seperti menghela nafas namun tetap tersenyum.
“ane gak kemana-mana, ane akan tetap disini to” kata Ajun. “assalamualaikum “
 “wa alaykumussalam “ jawabku sambil melihat Ajun berbalik dan pergi “.
Hening, sepi dan akupun bingung. Apa maksud dari ucapan dia tadi. Lalu aku bereskan buku dan keluar ruangan mengejar dia.
  “cepet banget jalannya” gumamku. Aku terus menyusuri jalan yang biasa kutempuh menuju gedung Baru  asramaku bersama Ajun.
Aturan asramaku adalah tidak boleh masuk kamar sebelum jam 10. Semua santri harus belajar di luar asrama.  Aku menerka-nerka kemungkinan masih sekitar jam 9an malam, atau kurang dari itu, entahlah, buktinya belum ada satu santripun yang pulang ke kamarnya.
Akupun menuju Aula tempat kebanyakan santri belajar. Dengan harapan bisa bertemu sahabatku Ajun.
Dalam perjalananku ke aula aku melihat Ajun di depan koperasi santri menatapku sambil tersenyum. “Jun.. Ente ane cari-cari “ kataku gembira.
Tiid” Aku mendengar suara klakson keras dan entah apa yang terjadi hingga aku terbangun di sebuah ruangan. Seperti Ruang rawat di Rumah Sakit tapi lebih kecil. Aku mengernyitkan dahi dan merasa sakit di bagian bahuku sebelah kanan. Dahiku sebelah kanan ketika kuraba sudah tertempel perban. Tiba-tiba aku merasa pusing dan kembali sadar dalam suasana agak ramai. Ada beberapa orang yang sepertinya aku kenal tapi entah siapa, yang serta merta merta tersenyum lebar.
  “alhamdulillah to, ente udah sadar “ kata salah seorang dari mereka sambil tersenyum lebar.
“sur panggil mas perawat! Kasih tahu ato udah sadar” kata salah satu dari mereka kepada temannya yang lain.
 “siap” Jawabnya.
“sur? Siapa sur? “ gumamku dalam hati.
Datanglah seorang lelaki muda dengan kemeja koko putih kemungkinan dia seorang perawat,. Dia membawa semacam tampah berisi makanan dan minuman air putih, kelihatannya itu bubur. Selain itu dia juga membawa tas hitam yang isinya mungkin obat-obatan. kemudian mengecek cairan infus dan dengan hati hati mengganti perban di kepalaku.
  “kalian pulang dulu ya” kata mas itu kepada tiga orang yang ada di ruangan itu. “biar teman kalian ini istirahat dulu “
  “to, syifaan yah “ (moga lekas sembuh) “assalamualaikum “
  “wa alaykumussalam “ jawabku.
“Teman?” gumamku, “ ah mungkin karena sakit di kepalaku sehingga aku lupa kalau mereka teman-temanku. Ya Anggap sajalah mereka teman-temanku yang sedang menengokku.
“bagaimana sekarang? “ kata perawat.
“masih pusing atau gimana? “ tukasnya.
“ga tau mas, kayaknya badan masih lemes “ jawabku.
“iya itu karena kamu ga makan tiga hari karena pingsan, badan kamu juga gak gerak “ sahut perawat.
“hah, tiga hari? Aku kaget.
 “aku di mana ya mas?” tanyaku kepada mas perawat.
“kamu sedang di UKS  udah makan dulu, jangan mikir yang berat-berat biar lekas pulih” kata perawat, kemudian dia pergi.
Aku sudah tidak tahan ingin tahu apa yang terjadi kepadaku. Jika aku tertabrak mobil, mengapa aku tiba-tiba pingsan tanpa sedikitpun ingat sesuatu. Bahkan rasa sakit pun tidak.
Tiba-tiba aku ingat Ajun. Dia tersenyum padaku sambil tersenyum tepat sebelum aku pingsan.
Otakku berputar keras menelaah apa yang sedang dan sudah terjadi. Namun kepalaku semakin pusing hingga kembali tak sadarkan diri dan aku belum makan.
Aku kembali sadar dan masih di ruangan itu, entah berapa ukurannya tapi tidak terlalu besar. Ada ranjang satu lagi di sebelah ranjangku dan kosong. Aku tahu UKS Unit Kesehatan Santri yang biasa melayani kebutuhan santri dalam pelayanan kesehatan. Tapi aku belum pernah tahu seperti apa ruangan rawat inapnya hingga saat ini, aku berbaring di sini.
Makananku kelihatannya sudah berganti dengan yang baru, tapi belum ada perawat atau siapapun yang datang menjengukku. Aku perhatikan dinding ruangan yang berbalut wallpaper minimalis corak bunga, dan aku tidak menemukan jam dinding. Sehingga aku tidak tahu jam berapa ini. Untungnya jendela ruang inapku bagian belakang menghadap keluar sehingga memungkinkanku mengira-ngira waktu.
Waktu itu sekitar  jam 7 atau 8 pagi, atau entahlah yang jelas pagi hari, perutku terasa lapar, aku baru ingat, sudah meninggalkan sholat beberapa waktu dan juga tidak makan dalam jangka waktu yang lama. Aku buka bubur yang masih tertutup plastik, sepertinya masih hangat. Aku ambil satu sendok dan menyuapkannya ke mulutku dan sudah, perutku tiba-tiba merasa kenyang. Sisa bubur kuletakkan di atas meja dan mencoba turun dari ranjang untuk ke kamar mandi kemudian sholat. Ya terlalu siang memang untuk sholat subuh, tapi kupikir daripada tidak. Aku ambil infusan kemudian ku tenteng dengan tangan kiri. Ketika keluar ruangan rupanya ada pasien lain yang mendahuluiku berjalan menuju ke kamar mandi. Aku tahu letak kamar mandi karena petunjuk arah di situ.
Orang ini jalannya lambat sekali, aku tetap mengikutinya dengan sabar. Alih-alih menuju kamar mandi orang ini malah terus lurus ke lorong depan. Aku belok saja ke kamar mandi.
Siangnya ada pasien lagi lewat depan kamarku ketika aku akan ke kamar mandi, begitupun dengan sore dan malam hari. Semuanya orang yang berbeda. Sementara aku  berpikir wajar, hanya saja mereka bukan ke kamar mandi tapi terus hingga ke ujung lorong. Dan aku semakin merasa aneh karena hal ini terus terjadi setiap hari, kemungkinan pada waktu yang sama dengan hari sebelumnya.
Aku sebenarnya penasaran, hanya saja badanku terlalu lemas untuk mencari kemana mereka pergi setiap harinya, tanpa aku tahu kapan mereka kembali dari tempat itu. Hal aneh yang lain adalah aku selalu kenyang tiap setelah memakan satu sendok bubur yang disiapkan pihak UKS.
Aku benar-benar tidak tahu waktu. Untuk sholat aku hanya mengandalkan suara adzan dari luar yang entah mengapa terdengar sangat sayup seakan-akan suara adzan tersebut berada di tempat yang jauh. Padahal lokasi UKS ini tak jauh dari pesantren yang memiliki Masjid dengan menara tinggi.
Aku merasa tidak betah disini, terlalu banyak hal ganjil yang kualami, termasuk makanan dan dan minuman yang selalu berganti tanpa aku tahu, cairan infus yang tak pernah diganti dan tak pernah habis, mas perawat dan santri juga yang katanya teman-temanku tak pernah datang lagi. Aku benar sendirian di sini. Setelah kurang lebih satu minggu akhirnya aku diperbolehkan pulang ke asrama oleh mas perawat yang entah kemana saja selama ini.
Aku pulang berjalan kaki, pesantren terlihat sepi. Sesampainya di kamar aku tak menemukan teman-temanku. Aku melihat ke dinding dan tidak kutemukan jam menempel di tempat yang seharusnya dan “oh iya mungkin jam masuk kelas” gumamku. Aku berbaring dan tertidur.
Tiba-tiba ada seseorang yang menendang keras kakiku kemudian dengan cepat dan tanpa perlawanan menyeretku hingga keluar. Kemudian aku dihempaskan dari lantai atas ke lantai bawah “astagfirullah “ aku terbangun. Ini mimpi yang paling cepat dan mengerikan.
“TOO” aku mendengar suara setengah berbisik memanggilku dengan amat jelas.
“itu suara Ajun” gumamku
“aku kenal suara ini”.
Aku melihat ke dinding namun aku tak menemukan jam yang biasa tertempel di situ.
 “jam berapa ya ini? “ gumamku. Aku mulai merasa ada yang aneh. Aku berdiri keluar kamar dan tidak ada siapa siapa di luar. Termasuk suara yang kukenal adalah Ajun pun tak kutemukan orangnya. Aku perkirakan ini sudah sore. Tapi entahlah langit terlihat mendung dan agak suram. “pada kemana ya orang-orang? “ di tengah kebingungan yang menyesakkan aku terus berjalan menyusuri teras asrama sambil melihat lihat kamar-kamar dan berharap santri-santri memang sedang berkumpul di satu kamar. Dan benar saja kamar 06 tempat yang notabene kamarnya Ajun terdengar suara riuh rendah. Aku mengintip di jendela, aku melihat orang-orang duduk rapi dan satu orang berdiri di depan layaknya orang yang stand up komedi dengan bahasa yang tidak kumengerti. Seperti bahasa arab, tapi bukan. Yang paling mengerikan adalah orang itu berpidato dengan mulut terbuka lebar, bahkan terlalu lebar menurutku untuk ukuran manusia normal. Tiba-tiba suasana menjadi hening. Semua orang di ruangan menatapku tajam.
  “AKHII TA’AAAL” (hei kamu kamu kesini) kata orang yang berdiri di depan dengan wajah yang keras dan sorot mata tajam.
Lututku lemas, tenggorokanku tecekat, keringat dingin mengalir deras ketika tiba-tiba semua orang di ruangan tersebut berdiri dan keluar menuju ke tempatku berdiri.
Mereka semua memegang tangan dan kakiku dan melemparku ke lantai bawah.
“astagfirullah “ aku kembali terbangun. Ternyata masih mimpi akupun duduk sambil beristighfar.
“kalem sul “ tiba-tiba terdengar suara dari luar.
“Juun.. “ kupanggil nama pemilik suara yang aku yakin adalah Ajun.
Ajun pun berdiri depan pintu sambil tersenyum. Senyuman nya yang khas.
“ane gak kemana-mana tooo” kata Ajun.
Untuk sekian kalinya Ajun mengucapkan kalimat itu dan aku tetap saja tidak mengerti. Aku melihat dinding kamar dan aku masih tidak menemukan jam di dinding itu.  Aku sudah tak tahan lagi.
“ASTAGFIRULLAH YA ALLAH BANGUNKAN AKUU” , aku berteriak pasrah.
Kulihat sosok mirip sahabatku Ajun menatapku tajam dan tidak tersenyum seperti biasanya.
Dia mendekatiku, dengan kepalanya yang tiba-tiba miring ke sebelah kiri, tangannya menjulur seperti hendak mencekik leherku.  Aku singkirkan tangannya kemudian aku berlari sekuat tenaga keluar kamar dan entah apa yang terpikir olehku aku langsung loncat ke lantai bawah.
Akupun terbangun di sebuah tempat yang aku kenal. Ya di gedung Lama ruang kedua dari timur Pesantren. Mataku segera berkeliling ke dinding mencari jam yang tertempel. “TIDAK ADA” Hatiku langsung menceos. Tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku mencoba menenangkan hati dengan menerka bahwa di ruangan itu memang tidak ada jam dinding.
Tiba-tiba ada yang mengetuk jendela. “TOO”
Rasanya lemas kakiku, aku beristighfar berkali-kali kemudian membaca ayat kursi karena yang kulihat diluar jendela adalah Ajun.
Aku pun keluar dan berlari menuju asrama melewati Ajun yang berdiri di depan ruangan tanpa senyuman. Kudengar dia berteriak “ANE GAK KEMANA-MANA TOO “
Aku tidak peduli, terus berlari dan berhenti sambil membungkukkan badan untuk mengatur nafas. Kemudian kulanjutkan dengan berjalan cepat karena khawatir orang-orang akan curiga.
“Tiid “ terdengar suara klakson dan kulihat sebuah mobil kijang berhenti tepat di sampingku. “woy jangan ngelamun akhi” terlihat sang sopir yang ternyata ustadz menegurku keras.
Setelah meminta maaf aku bergegas pulang ke asrama dan dengan sedikit heran kulihat para santri berduyun menuju masjid.
“ada yang meninggal “ kata salah seorang santri yang berpapasan denganku.  Walau sedikit terkejut dengan kabar ini hatiku sedikit lega ketika melihat jam di aula menunjukkan jam 21.15. walaupun begitu aku masih merasa khawatir dan bertanya-tanya tentang jenazah siapa yang akan disholati di Masjid.
Aku pun mengambil wudhu dan menuju masjid dan serta merta aku kaget bercampur sedih tapi juga bingung karena ternyata jenazah yang kami sholati di masjid adalah Ajun.
Jadi ternyata selama dua pekan mendiang di rawat di rumah sakit di luar pesantren hingga dinyatakan meninggal Isya tadi. Entah bagaimana aku bisa percaya dengan kabar bahwa dia izin pulang. Sementara aku entah bermimpi atau apa itu yang terjadi seakan-akan telah melewati waktu yang lama lebih dari satu minggu, padahal masih berada di malam ini. Entahlah, Semua anomali  ini, benar-benar membuat kepala pusing dan dada ini sesak.
Aku tidak pernah ke gedung lama lagi kecuali siang hari, hingga kondisi lahir batinku mulai membaik. Tapi aku tetap penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya. Belakangan aku mendapat sebuah cerita yang kemungkinan itu adalah mitos tentang asrama yang aku tempati. Katanya dulu adalah makam korban pembantaian PKI.  Bahkan lokasi pesantren ini dulunya adalah hutan tempat berkumpulnya jin. Katanya begitu. Entahlah, rasanya cerita-cerita seperti itu menurutku terlalu klise. Walaupun  ada kemungkinan cerita itu benar.
Bagaimana dengan Ajun? Bila ingat dia rasanya rasa bercampur aduk antara rindu, sedih sekaligus merinding bila ingat kejadian waktu itu. Bahkan bila ingat apa yang selalu dia katakan bahwa dia tidak kemana-mana, mungkin maksudnya adalah sebenarnya dia tidak ke Tasik tapi dirawat di Rumah Sakit di luar Pesantren dan aku tidak tahu dan tak pernah menjenguknya. Aku benar-benar menyesal sesak rasanya hati ini bila ingat itu.
Adapun tentang yang aku alami, menurut beberapa teman yang percaya, mereka mengatakan aku dibawa ke dimensi alam lain. Melalui kondisiku pada saat itu yang sedang labil. Entahlah, kepalaku makin pusing.
Malam itu dengan keberanian yang berhasil kukumpulkan aku kembali ke gedung lama ruang dua dari timur. Di tengah perjalanan aku melihat tiga orang yang sedang asyik duduk di bawah pohon yang kemudian aku mengenalinya sebagai “teman-teman” yang menengokku saat aku di “UKS” . aku terkejut bukan main, untungnya mereka tidak melihatku, aku pun terus lurus melihat ke depan dengan harapan mereka tidak menyadari aku lewat. Ketika gedung lama mulai terlihat, aku merasa lega, di ruangan tersebut ada beberapa orang yang sedang belajar sambil sesekali ngobrol. Namun ketika semakin dekat ternyata di ruangan itu hanya ada tiga orang. Aku mendekat dan betapa Menceos nya hati ini ketika ku sadar tiga orang yang berada di ruangan tersebut adalah “Mas Perawat UKS, Ajun dan Aku Sendiri, ya itu aku. Kemudian ketiganya menoleh dan menatapku tajam.
Kemudian Ajun berkata“TOOOOOO” ENTE GAK AKAN KEMANA-MANA KAAN?”
Akupun kaget dan lemas, dan semakin kaget ketika aku menemukan ada jam dinding menempel di ruangan tersebut.

                                                                                                    Agus Waluya, September 2019




Tidak ada komentar:

Posting Komentar