Oleh : Deni Nuryadin
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika orang muslim ditanya tentang siapakah penerus Rasulullah s.a.w. dalam tambuk ke khalifahan, terbenak dalam
pikiran mereka terhadap Khulafaur
Rasyidin. Istilah khalifah
berasal dari bahasa Arab, artinya di belakang. Sedangkan, Rasyidin artinya yang mendapat petunjuk/kebenaran. Jika
disimpulkan, Khulafaur Rasyidin
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk sepeninggal Rasulullah s.a.w. sekaligus yang meneruskan perjuangan dakwah
beliau. Adapun, mereka yang termasuk Khulafaur
Rasyidin adalah Abu Bakar Ashidiq, Umar Bin khatab, Utsman Bin Affan, dan
Ali Bin Abi Thalib. Pemimpin setelah Ali Bin Abi Thalib dianggap tidak sesuai
aturan yang benar dalam proses pemilihannya, jika yang menjadi dasar
pengangkatannya adalah nilai etik dan moral dalam Islam.
Salah satunya Abu Bakar, beliau sangat setia menemani Rasulullah s.a.w. ketika hijrah, juga pengganti imam salat ketika
Rasulullah s.a.w. sakit. Alasannya, Abu
Bakar merupakan muslim pertama yang beriman kepada Allah s.w.t. dan Rasulullah
s.a.w. Bahkan, untuk membuktikan
keimanannya Abu Bakar termasuk shahabat yang paling banyak berkorban. Sejak mulai
masuk Islam, hasrat membantu Nabi berdakwah menegakan agama Allah s.w.t. dan
membela kaum Muslimin sangat besar. la lebih mencintai Rasulullah s.a.w.
daripada dirinya sendiri, mendampinginya selalu dalam setiap peristiwa. Di
samping itu, teguh akhlaknya pun sudah mendekati kesempurnaan, cintanya begitu
besar kepada orang yang dekat kepadanya. Jika demikian halnya, tidak heran bila
Muslimin kemudian mengangkatnya sebagai pengganti Rasulullah s.a.w. Dialah yang telah memulai sejarah lahirnya
kedaulatan Islam, kemudian menyebar di timur dan di barat, ke India dan
Tiongkok di Asia, ke Maroko dan Andalusia di Afrika serta Eropa.
Abu Bakar seorang laki-laki yang rendah hati, begitu mudah terharu, begitu halus perasaannya, bergaul dengan orang-orang papa, dengan mereka yang lemah, dan dalam dirinya terpendam suatu kekuatan yang dahsyat sekali. Dengan kemampuan yang luar biasa dalam membina tokoh-tokoh serta dalam menampilkan posisi dan bakat mereka, tak kenal ragu, dan pantang mundur. Ia mendorong mereka terjun ke dalam lapangan yang bermanfaat untuk kepentingan umum, menyalurkan segala kekuatan dengan kemampuan yang telah dikaruniakan Allah s.w.t. kepada mereka. Sungguhpun begitu, kebesaran Abu Bakar adalah kebesaran yang tanpa suara, kebesaran yang tak mau berbicara tentang dirinya. Itulah kebesaran jiwa, kebesaran iman yang sungguh-sungguh kepada Allah s.w.t. dan wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w.Oleh karena itu, pembahasan biografi menjadi penting artinya, ketika awal membicarakannya. Agar, memudahkan mengenal sahabat yang sangat dekat dengan nabi, orang yang paling setia dan paling taat terhadap ajaran-ajarannya. Di samping itu, ia memang orang yang sangat ramah dan lembut hati, karena dia jugalah puluhan dan ratusan ribu muslimin tersebar ke segenap penjuru. Juga, karena kelembutan hatinya, dia terpilih menjadi Khalifah pertama.
Ciri khas masa pemerintahan Abu Bakar memiliki jati diri dan bentuk yang
sempurna, yaitu dalam hubungannya pada masa Rasulullah s.a.w. dan masa Umar
sesudahnya, ditandai dengan suatu ciri khas. Masa Rasulullah s.a.w. adalah masa
wahyu Allah s.w.t. Sedang masa Umar ialah masa pembentukan hukum yang
dasar-dasarnya sudah ditertibkan dengan kedaulatan yang sudah mulai berjalan
lancar. Sebaliknya masa Abu Bakar adalah masa peralihan yang sungguh sulit dan
rumit. Bahkan berbeda dari setiap masa yang pernah dikenal orang dalam sejarah
hukum dan ketertibannya serta dalam sejarah agama-agama dan penyebarannya.
Mengatasi kesulitan ketika masa transisi yang sangat kritis, Abu Bakar
dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang begitu besar sehingga pada saat-saat
permulaan timbul kekhawatiran yang dirasakan oleh seluruh umat muslimin. Realtas
yang menjadi kehawatiran saat itu ialah wilayah Arab yang pada masa Rasulullah
s.a.w. sudah tuntas kesatuannya, tiba-tiba jadi goncang begitu Rasulullah s.a.w.
wafat. Bahkan gejala-gejala kegoncangan itu memang sudah mulai mengancam
sebelum Rasulullah s.a.w. berpulang.
Musailimah bin Habib di Yamamah mendakwakan diri nabi dan mengirim delegasi
kepada Nabi di Madinah dengan menyatakan bahwa Musailimah juga nabi seperti
Muhammad dan bahwa "Bumi ini separuh buat kami dan separuh buat Kuraisy;
tetapi Kuraisy adalah golongan yang tidak suka berlaku adil." Juga, Aswad
Ansi di Yaman mendakwakan diri nabi dan tukang sihir, mengajak orang dengan
sembunyi-sembunyi. Setelah merasa dirinya kuat ia pergi ke daerah selatan lalu mengusir
wakil-wakil Muhammad, lalu terus ke Najran. Ia hendak menyebarkan pengaruhnya di kawasan ini. Muhammad mengutus
orang kepada wakilnya di Yaman dengan perintah supaya mengepung Aswad atau
membunuhnya. Soalnya orang Arab yang sudah beriman dengan ajaran tauhid dan
sudah meninggalkan penyembahan berhala, tak pernah membayangkan bahwa kesatuan
agama mereka telah disusul oleh kesatuan politik. Malah banyak di antara mereka
yang masih rindu ingin kembali kepada kepercayaan lamanya. Itu sebabnya, begitu
mereka mendengar Rasulullah s.a.w. wafat mereka menjadi murtad, dan banyak di
antara kabilah itu yang menyatakan tidak lagi tunduk pada kekuasaan Madinah.
Mereka menganggap membayar zakat itu sama dengan keharusan pajak. Oleh karena
itu mereka menolak.
Setelah semua itu dapat diatasi berkat kekuatan imannya, dan untuk waktu
berikutnya Allah s.w.t. telah memberikan sukses dan kemenangan, datang Umar
memegang tampuk pimpinan umat Islam. Ia memimpin mereka dengan berpegang pada
keadilan yang sangat ketat serta memperkuat pemerintahannya sehingga
negara-negara lain tunduk setia kepada kekuasaannya.
Pemberontakan dan Perang Riddah, seperti jilatan api, cepat sekali
pemberontakan itu menjalar ke seluruh jazirah Arab begitu Rasulullah s.a.w.
wafat. Berita pemberontakan ini sampai juga kepada penduduk Madinah, kepada
mereka yang berada di sekeliling Abu Bakar setelah mereka membaiatnya. Mereka
sangat terkejut dan berselisih pendapat tentang apa-apa yang harus diperbuat.
Satu golongan berpendapat, termasuk Umar bin Khattab, untuk tidak menindak mereka
yang menolak membayar zakat selama mereka tetap mengakui, bahwa tak ada tuhan
selain Allah s.w.t. dan Muhammad Rasulullah s.a.w. Tetapi Abu Bakar tetap
bersikeras, mereka yang menolak membayar zakat dan murtad dari agamanya harus
diperangi. Itulah Perang Riddah yang
telah menelan waktu setahun lebih.
Perang Riddah itu tidak hanya melibatkan ratusan orang dari pasukan
Khalifah dan ratusan lagi dari pihak lawan, bahkan di antaranya sampai puluhan,
ratusan, bahkan ribuan dari masing-masing pihak yang terlibat langsung dalam
pertempuran sengit itu terbunuh. Pengaruhnya dalam sejarah Islam cukup
menentukan. Andaikata Abu Bakar ketika itu tunduk pada pihak yang tidak
menyetujui perang, sebagai akibatnya niscaya kekacauan akan lebih meluas ke
seluruh kawasan Arab, dan kedaulatan Islam tentu tidak akan ada. Juga jika
pasukan Abu Bakar bukan pihak yang menang dalam perang itu, niscaya akibatnya
akan lebih parah lagi. Jalannya sejarah dunia pun akan sangat berlainan. Oleh
karena itu, tidaklah berlebihan ketika orang mengatakan, bahwa dengan posisinya
dalam menghadapi pihak Arab yang murtad disertai kemenangannya dalam menghadapi
mereka itu, Abu Bakar telah mengubah arah sejarah dunia. Tangan Tuhan jugalah
yang telah melahirkan kebudayaan umat manusia itu dalam bentuknya yang baru.
Pengaruh kemenangan Perang Riddah, kalau tidak karena kemenangan Abu Bakar
dalam Perang Riddah, penyerbuan ke Irak dan ke Syam tentu tidak akan dimulai,
dan pasukan muslimin pun tak akan berangkat dengan kemenangan memasuki kedua
imperium besar itu, Rumawi dan Persia, untuk kemudian digantikan oleh
kedaulatan Islam di atas puing itu juga. Juga, kalau tidak karena Perang
Riddah, dengan gugurnya sahabat-sahabat sebagai syahid yang memastikan
kemenangan itu, niscaya tidak akan cepat-cepat Umar menyarankan kepada Abu Bakar
agar Qur'an segera dikumpulkan. Karena pengumpulan ini pulalah yang menyebabkan
adanya penyatuan bacaan menurut dialek Mudar pada masa Usman. Dengan demikian,
Qur'an adalah dasar yang kukuh dalam menegakkan kebenaran, merupakan tonggak
yang tak tergoyahkan bagi peradaban Islam. Selanjutnya, kalau tidak karena
kemenangan yang diberikan Allah s.w.t. kepada kaum Muslimin dalam Perang Riddah
itu, jangan-jangan Abu Bakar belum dapat menyusun suatu sistem pemerintahan di Madinah, yang di atas sendi itu pula
kemudian Umar menggunakan asas musyawarah.
Teladan yang telah mengilhaminya, Iman yang sungguh-sungguh demi kebenaran
itulah yang membuatnya menentang sahabat-sahabatnya dalam soal menghadapi
golongan murtad waktu itu, dan bersikeras hendak memerangi mereka meskipun
harus pergi seorang diri. Betapa ia tak akan melakukan itu padahal ia sudah
menyaksikan sendiri Nabi berdiri seorang diri mengajak orang-orang di Mekah ke
jalan Allah s.w.t., tapi mereka ramai-ramai menentangnya. Lalu ia di bujuk
dengan harta, dengan kerajaan dan kedudukan tinggi. Kemudian ia pun diperangi
dengan maksud hendak membendungnya dari kebenaran yang dibawanya itu. Tidak,
malah ia menjawab: “Demi Allah s.w.t., kalaupun mereka meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku
meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah
s.w.t. akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya,
tidak akan kutinggalkan".
Alangkah indahnya teladan itu, teladan yang telah mengilhami orang, bahwa
iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama
seorang mukmin itu dapat menjauhkan diri dari maksud-maksud tertentu selain
untuk mencari kebenaran demi kebenaran semata! Siapakah orang yang memiliki
iman seperti pada Abu Bakar itu, yang mengambil teladan dari Rasulullah s.a.w.,
sehingga ia menjadi salah satu unsur kehidupan yang sangat menentukan. Inilah
kekuatan rohani, yang dalam hidup ini tak ada yang dapat menguasainya, tiada
kenal lemah atau ragu, dan tak ada yang akan dapat mengalahkannya.
B.
Batasan Masalah
Penulis tertarik menulis sejarah Abu Bakar sebagai salah satu dari Khulafaur Rasyidin, baik secara terinci
atau dengan ringkas.Tulisan ini hanya akan dibatasi pada masa yang pendek tapi
sungguh agung yakni masa Abu Bakar as-Siddiq. Kajian ini perlu dilakukakan dengan
pembahasan yang lebih mendalam, agar catatan-catatan peristiwa itu tidak
sekedar dipahami sebuah dongeng1, tetapi gambaran sejarah
yang diyakini memilki arti penting dalam membangun peradaban Islam.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulisan makalah ini dirumuskan pada
masalah-masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sosok Abu
Bakar?
2. Bagaimana proses pengangkatan
Abu Bakar menjadi khalifah pertama?
3. Bagaimana catatan
keberhasilan perjuanagan Khalifah Abu Bakar
selama kepemimpinannya?
4. Bagaimana catatan akhir perjalanan
kekhalifahan Abu Bakar?
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mendeskripsikan biografi
Abu Bakar.
2. Untuk mendeskripsikan proses
pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah pertama yang melanjutkan perjuangan
Nabi
3. Untuk mendeskripsikan keberhasilan
perjuanagan Khalifah Abu Bakar selama
kepemimpinannya
4. Untuk mendeskripsikan akhir
perjalanan kekhalifahan Abu Bakar
E. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah
ini diharapkan memberikan manfaat-manfaat antara lain:
1. Memberikan sebuah dampak
positif terhadap kesadaran penulis dalam memberikan
1. Muhamad Husen Haekal, “Abu Bakar As-Siddiq yang Lembut
Hati”. Diterjemahkan oleh Ali Audah, (Bogor: PT. Pustako Utera Antar Nusa,
2003), hlm, xxxi.
konsentrasi
kajian materi-materi Sejarah Peradaban Islam dan mengetahui arti penting dari
tokoh bersejarah dalam Islam.
2. Agar tercapainya
kompetensi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam sebagai tujuan dalam perkuliahan.
3. Menjadi wahana dalam
memahami konten sejarah dan menjadi sumbangan terhadap peningkatan keilmuan
para pembaca pada umumnya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut.
BAB I PENDAHULUAN
|
:
|
berisi latar
belakang, Batasan Masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.
|
BAB II PEMBAHASAN
|
:
|
berisi biografi
Abu Bakar, peranannya pada masa Nabi Muhammad s.a.w., proses pengangkatannya,
masa perjuangannya, keberhasilan selama kepemimpinannya, dan akhir
perjuangannya.
|
BAB III KESIMPULA
DAN SARAN
|
:
|
berisi kesimpulan
makalah dan saran penulisan
|
BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG MASA KHALIFAH ABU BAKAR
A. Biografi Abu Bakar
Ashiddiq
Abu Bakar putra dari
pasangan Abu Quhafah (Usman bin Amir) dan Umur Khair Salamah (Salma bint Sakhr
bin Amir), dia dilahirkan tahun 573 M. Nama aslinya adalah Abdul Ka’bah
julukannya atiq diganti oleh Rasulullah s.a.w. dengan Abdullah. Adapun
nama Abu Bakar diberikan setelah ia masuk agama Islam, Abu artinya bapak dan
Bakar artinya segera. Sedangkan gelar As Shiddiq karena dia adalah orang
pertama membenarkan Rasulullah s.a.w. ketika Isra Mi”raj.
Abu Bakar dari kabilah
Taim bin Murrah bin Ka'ab. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan. Setiap
kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya
hubungannya dengan sesuatu jabatan di Ka'bah. Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqayah
dan rifadah, untuk Banu Abdid-Dar, liwa', hijabah dan nadwah, yang
sudah berjalan sejak sebelum Hasyim kakek Nabi lahir. Sedang pimpinan tentara
di pegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Bani Taim bin
Murrah menyusun masalah diat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi. Pada
zaman jahiliah masalah penebusan darah ini di tangan Abu Bakar tatkala
posisinya cukup kuat, dan dia juga yang memegang pimpinan kabilahnya. Oleh
karena itu bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan
quraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu, yang tak akan
dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya.
|
B. Kepribadian Abu Bakar
Ashiddiq pada Masa Nabi Muhammad s.a.w.
Abu Bakar perawakannya
kurus, putih, dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang
cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang tampak jelas
begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai
perangainya, sangat lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Tak mudah ia
terdorong oleh hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang selalu tenang,
pandangannya yang jernih serta pikiran yang tajam, banyak kepercayaan dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah menyebutkan bahwa
ia tak pernah minum minuman keras, di zaman jahiliah atau Islam, meskipun
penduduk Mekah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam khamar dan mabuk-mabukan.
Ia seorang ahli genealogi ahli silsilah bicaranya sedap dan pandai bergaul. Seperti
dilukiskan oleh Ibn Hisyam, penulis kitab Sirah: "Abu Bakar adalah
laki-laki yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba mudah.
Ia dari keluarga quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui
seluk-beluk kabilah itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan
perangai yang sudah cukup terkenal. Karena suatu masalah, pemuka-pemuka
masyarakatnya sering datang menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, karena
perdagangannya atau mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak."
Abu Bakar sebagai Kepala
Negara dari sebuah kekuasaan yang tengah berkembang dengan pesat, dan para
panglimanya berdiam pada kastel - kastel megah di lembah Mesopotamia dan begitupun para pejabat
yang lainnya, tetapi Abu Bakar
1. Joesoef Sou’yb, “Sejara h Daulat Khulafaur Rasyidin”. (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm. 128-130.
tetap tinggal dalam rumah biasa di Madinah, hidup sebagai
rakyat biasa, membeli kebutuhannya di pasar seperti rakyat biasa, menjabat imam
pada setiap shalat di dalam mesjid Nabawi. Selain itu Abu Bakar terpandang
sebagai saudagar kaya raya yang dermawan, dia menyumbangkan harta kekayaannya
bagi perkembangan dakwah Islam2.
Abu Bakar adalah seorang
yang pemberani , dia menyatakan Islam secara terang-terangan dihadapan orang
quraisy, dia yang menemani Rasulullah s.a.w. saw dalam peperangan, dia juga
menyelamatkan Rasulullah s.a.w. ketika Uqbah bin Muith mencoba membunuh beliau.
Abu Bakar seorang yang
pandai, Rasulullah s.a.w. memberikan kepercayaan kepada Abu Bakar menjadi iman
shalat selain itu Rasulullah s.a.w. meminta pendapat Abu Bakar dalam memutuskan
suatu perkara.
C. Proses Pengangkatan Abu
Bakar Ashiddiq
Rasulullah s.a.w. telah
berpulang ke sisi Tuhannya pada 12 Rabiulawal tahun 11 Hijri (3 Juni 632 M.).
Subuh hari itu Rasulullah s.a.w. SallAllah s.w.t.n 'alaihi wasallam merasa
sudah sembuh dari akitnya. la keluar
dari rumah Aisyah ke mesjid dan ia sempat berbicara dengan kaum Muslimin.
Dipanggilnya Usamah bin Zaid dan diperintahkannya berangkat untuk menghadapi
Rumawi. Setelah tersiar berita bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat tak lama
setelah duduk-duduk dan berbicara dengan mereka, mereka sangat terkejut sekali.
Umar bin hattab yang berada di tengah-tengah mereka berdiri dan berpidato,
membantah berita itu. Ia mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. tidak meninggal,
melainkan sedang pergi menghadap Tuhan seperti halnya dengan Musa bin Imran,
yang menghilang dari masyarakatnya selama empat puluh malam, kemudian kembali
lagi setelah tadinya dikatakan meninggal. Umar terus mengancam orang-orang yang
mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat.
2. Joesoef Sou’yb, “Sejara h Daulat Khulafaur Rasyidin”. (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm. 133.
Abu Bakar sudah pulang
ke rumahnya di Sunh di pinggiran kota Medinah setelah Nabi 'alaihis-salam kembali
dari mesjid ke rumah Aisyah. Sesudah tersiar berita kematian Nabi orang
menyusul Abu Bakar menyampaikan berita sedih itu. Abu Bakar segera kembali. la
melihatMuslimin dan Umar yang sedang berpidato. la tidak berhenti tetapi terus
menuju ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi SallAllah s.w.t.u 'alaihi wasallam
di salah satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubungi kain. la maju
menyingkap kain itu dari wajah Nabi lalu menciumnya dan katanya:
"Alangkah sedapnya sewaktu engkau hidup, dan
alangkah sedapnya sewaktu engkau wafat." la keluar lagi menemui orang
banyak lalu berkata kepada mereka: "Saudara-saudara! Barang siapa mau
menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah
Allah s.w.t., Allah s.w.t. hidup selalu, tak pernah
mati." Selanjutnya ia membacakan firman Allah s.w.t.:
"Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun
telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik
belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali tak akan merugikan Allah
s.w.t. tetapi Allah s.w.t. akan memberi pahala kepada orang-orang yang
bersyukur." (Qur'an, 3. 144).
Setelah didengarnya Abu
Bakar membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah
tak dapat menahan lagi, setelah dia yakin bahwa Rasulullah s.a.w. memang sudah
wafat. Orang semua terdiam setelah mendengar dan melihat kenyataan itu. Setelah
sadar dari rasa kebingungan demikian, mereka tidak tahu apa yang hendak mereka
perbuat.
Di sini kita berhenti
pula sejenak untuk melukiskan Abu Bakar dari segi psikologi dan di sini akan
kita lihat pula peranannya dengan lebih jelas. Kalaupun ada di kalangan
Muslimin yang akan merasa tercekam perasaannya karena meninggalnya Rasulullah
s.a.w. seperti yang dialami Umaritu. maka Abu Bakar-lah orangnya. Dia teman
dekat dan pilihan Nabi, dia yang diminta oleh Nabi berada di dekatnya dalam
setiap kesempatan.
D. Deskripsi Masa
Perjuangan Khalifah Abu Bakar
Sejak hari pertama Abu Bakar sudah bersama-sama dengan Muhammad melakukan
dakwah demi agama Allah s.w.t.. Keakraban masyarakatnya dengan dia,
kesenangannya bergaul dan mendengarkan pembicaraannya, besar pengaruhnya
terhadap Muslimin yang mula-mula itu dalam masuk Islam itu. Yang mengikuti
jejak Abu Bakar menerima Islam ialah Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin Auf,
Talhah bin Ubaidillah, Sa'd bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Sesudah mereka
yang kemudian menyusul masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ialah Abu Ubaidah bin
larrah dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah.
Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannya, Tetapi apa yang
menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya
tampil ke depan umum dalam situasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan
sangat berhati-hati. Keberanian Abu Bakar ini patut sekali kita hargai,
mengingat dia pedagang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna
menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan
mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini
dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hubungan dengan para relasi
itu.
Demikianlah keadaan Abu Bakar dalam persahabatannya
dengan Muhammad, sejak ia memeluk Islam, hingga Rasulullah s.a.w. berpulang ke
sisi Allah s.w.t. dan Abu Bakar pun kemudian kembali ke sisi-Nya.
Abu Bakar orang pertama yang memperkuat agama, Teringat
saya tatkala Hamzah bin Abdul Muttalib dan Umar bin Khattab masuk Islam, betapa
besar pengaruh mereka itu dalam memperkuat Islam, dan bagaimana pula Allah
s.w.t. memperkuat Islam dengan kedua mereka itu. Keduanya terkenal garang dan
berpendirian teguh,kuat, ditakuti oleh lawan. Juga saya ingat, betapa Abu Bakar
ketika ia masuk Islam. Tidak ragu kalau saya mengatakan, bahwa dialah orang
pertama yang ditempatkan Allah s.w.t. untuk memperkuat agama-Nya.
Melindungi golongan lemah dengan hartanya, dalam
menjalankan dakwah itu tidak hanya berbicara saja dengan kawan-kawannya dan
meyakinkan mereka, dan dalam menghibur kaum duafa dan orang-orang miskin yang
disiksa dan dianiaya oleh musuh-musuh dakwah, tidak hanya dengan kedamaian
jiwanya, dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan
hartanya. Digunakannya hartanya itu untuk membela golongan lemah dan
orang-orang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah s.w.t. ke jalan yang
benar, tetapi lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu. Sudah cukup
diketahui, bahwa ketika ia masuk Islam, hartanya tak kurang dari empat puluh
ribu dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama dalam Islam ia
terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar. Tetapi setelah hijrah ke
Medinah sepuluh tahun kemudian, hartanya itu hanya tinggal lima ribu dirham.
Sedang semua harta yang ada padanya dan yang disimpannya,
kemudian habis untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah s.w.t.
dan demi agama dan Rasul-Nya. Kekayaannya itu digunakan untuk menebus
orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya
disiksa dengan berbagai cara, tak lain hanya karena mereka masuk Islam.
Suatu hari Abu Bakar melihat Bilal yang negro itu oleh tuannya dicampakkan
ke ladang yang sedang membara oleh panas matahari, dengan menindihkan batu di
dadanya lalu dibiarkannya agar ia mati dengan begitu, karena ia masuk Islam.
Dalam keadaan semacam itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata:
Ahad, Ahad. Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakar kemudian dibebaskan! Begitu
juga Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakar ditebus dan ditugaskan menggembalakan
kambingnya. Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan
perempuan, oleh Abu Bakar dibeli lalu dibebaskan.
Abu Bakar di Badr dan perang uhud, dengan penuh iman ia
mendampingi Rasulullah s.a.w. serta percaya bahwa Allah s.w.t. pasti akan
menolong agama-Nya, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di
Medinah. Orang masih ingat sejarah Muslimin sampai keadaan jadi stabil sesudah
pembebasan Mekah dan masuknya Banu Saqif di Ta'if ke dalam pangkuan Islam penuh
tantangan berupa peristiwa-peristiwa perang, atau dalam usaha mencegah perang
atau untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Belum lagi
peristiwa-peristiwa kecil lainnya dalam bentuk ekspedisi-ekspedisi atau
patroli. Waktu itu orang-orang Yahudi dipimpin oleh Huyai bin Akhtab tak
henti-hentinya meng-hasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha
mati-matian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang
Banu Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan
lain, semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy. Dalam semua
peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakar lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah yang
paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi.
Sikapnya di Hudaibiyah, bagaimana sikap Abu Bakar ketika
muslimin berpendapat, isi perjanjian ini merendahkan martabat agama mereka.
Tetapi Abu Bakar langsung percaya dan yakin akan kebijaksanaan Rasulullah
s.a.w.. Setelah kemudian turun Surah Fath (48) bahwa persetujuan Hudaibiyah itu
adalah suatu kemenangan yang nyata, dan Abu Bakar dalam hal ini, seperti juga
dalam peristiwa-peristiwa lain, ialah as-Siddiq, yang tulus hati, yang segera
percaya.
Abu Bakar memimpin jamaah haji, Allah s.w.t. telah
mengizinkan kaum Muslimin melengkapi kewajiban agamanya, dan ibadah haji itulah
kelengkapannya.
Abu Bakar memimpin salat, Karena sakit bertambah berat
juga maka Nabi meminta Abu Bakar memimpin sembahyang. Dengan itu orang menduga,
bahwa Nabi menghendaki Abu Bakar sebagai penggantinya kelak, karena memimpin
orang-orang salat merupakan tanda pertama untuk menggantikan kedudukan Rasulullah
s.a.w..
E. Keberhasilan Abu Bakar
Selama Kepemimpinannya
1. Memberantas Pembangkang
Zakat
Baru saja Abu Bakar memangku jabatan Khalifah, Kekacauan yang menimpa
kawasan Arab itu berkesudahan dengan berbaliknya mereka dari Islam, sementara
yang lain tetap dalam Islam tapi tak mau membayar zakat kepada Abu Bakar.
Keengganan membayar zakat itu baik karena kikir dan kelihaian mereka seperti
kelihaiannya dalam mencari dan menyimpan uang, dan pergi kian ke mari sampai
mengorbankan hidupnya demi memperolehnya, atau karena anggapan bahwa pembayaran
itu sebagai upeti yang sudah tak berlaku lagi sesudah Rasulullah s.a.w. tiada,
dan boleh dibayarkan kepada siapa saja yang mereka pilih sendiri sebagai
pemimpinnya di Medinah. Mereka mogok tak mau membayar zakat dengan menyatakan
bahwa dalam hal ini mereka tidak tunduk kepada Abu Bakar. Demikian yang terjadi
dengan kabilah-kabilah yang dekat dengan Medinah, terutama kabilah Abs dan
Zubyan.
Yang kalah bergabung dengan Tulaihah, Penggabungan
kabilah-kabilah itu memperkuat kedudukan Tulaihah dan Musailimah juga
memperkuat semangat pembangkangan di Yaman. Oleh karena itu, Abu Bakar tetap pada
pendiriannya semula untuk memerangi mereka sampai tuntas.
2. Perang Riddah
Kabilah-kabilah Abu Zubyan, Banu Bakar dan semua yang bersekutu dengan
mereka oleh Abu Bakar dihancurkan dan dikeluarkan dari Abraq. Mereka sekarang
bergabung kepada Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi di Buzakhah. Abu Bakar sudah
mengumumkan bahwa Allah s.w.t. sudah menganugerahkan negeri-negeri itu dan
tidak akan dikembalikan kepada pemiliknya. Abraq ditempati oleh pasukan berkuda
Muslimin, dan negeri-negeri Rabazah yang lain dibiarkan untuk tempat gembala
dan sebagai sedekah kepada orang-orang beriman.
Abu Bakar tinggal di Medinah sampai benar-benar ia merasa
yakin bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul semua, kemudian bersama mereka ia
berangkat ke Zul-Qassah. Pasukan itu dibaginya menjadi sebelas brigade dengan
masing-masing di bawah pimpinan satu orang. Kemudian ia mengeluarkan perintah
kepada mereka masing-masing agar memobilisasi Muslimin yang kuat-kuat dan
dipersiapkan untuk berangkat menghadapi kaum murtad. Untuk melindungi kota
Medinah Abu Bakar memperkuatnya dengan brigade yang lebih kecil.
Sejak itu Abu Bakar tidak lagi menginggalkan Medinah.
Bukan karena tidak ingin bersama-sama dengan Muslimin dalam segala perjuangan
itu, tetapi karena Medinah sudah menjadi markas komando tertinggi
seluruhpasukan, dan sumber semua pengiriman perintah untuk bergerak dari tempat
ke tempat yang lain. Abu Bakar mengeluarkan perintah kepada semua komandan
pasukan agar jangan ada yang pindah dari perang berkelompok yang sudah
dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum mendapat izin. Dia yakin
sekali bahwa kesatuan komando dalam perang merupakan salah satu taktik yang
paling kuat dan tepat, dan jaminan untuk mencapai kemenangan.
Abu Bakar tak dapat diragukan, Ia menduduki jabatan
Khalifah iru bukan atas keinginannya sendiri, tetapi karena kalangan terkemuka
di Medinah berpendapat dialah yang paling tepat untuk itu. Sejak pertama ia
memegang jabatan itu ia sudah menyatakan perkiraannya mengenai beban yang
dihadapinya bahwa penerimaannya itu adalah suatu pengorbanan di jalan Allah
s.w.t. Begitu selesai dibaiat ia berpidato yang antara lain katanya: "Saya
diserahi jabatan ini, tetapi saya menerimanya karena terpaksa. Demi Allah
s.w.t., saya sangat mengharapkan sekiranya ada yang lain saja." Pada
kesempatan lain ia pernah berpidato, setelah mengucapkan hamdalah:
"Manusia yang paling malang di dunia dan di akhirat ialah raja-raja."
Gerakan damai sebelum Perang Riddah, gerakan damai Abu Bakar
tidakbermaksud hendak mencoba-coba, kalau berhasil syukur, kalau tidak akan
dicari cara lain untuk membuat gerakan damai baru lagi.
3. Tulaihah dan Ekspedisi
Buzakhah
Kabilah-kabilah sebangsa Abu Zubyan dan Banu Bakar serta mereka yang
membantunya dalam menyerang Medinah, setelah berakhir dengan kehancuran yang
memalukan, mereka bergabung kepada Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi. Kemudian kabilah-kabilah
Tayyi', Gatafan, Sulaim dan penduduk pedalaman yang berdekatan, yang terletak
di sebelah timur dan barat laut Medinah, juga ikut bergabung.
Sesudah Rasulullah s.a.w. wafat Tulaihah tidak lagi
mendakwakan diri nabi. la melakukannya pada saat-saat terakhir dalam kehidu'pan
Nabi. Sama halnya dengan Aswad al-Ansi dan Musailimah3. Seperti
kedua rekannya Aswad dan Musailimah yang juga mendakwakan diri nabi, ia juga
tidak mengajak masyarakat Arab kembali kepada penyembahan berhala. Paganisma
itu oleh Muhammad sudah dikikis habis dari negeri Arab.
Tulaihah an-Nimari menjadi pengikut Musailimah, Kita tak
perlu mempertanyakan bagaimana orang-orang yang berpikir sehat di kalangan
Musailimah itu sampai menjadi pengikutnya. Kita sudah tahu fanatisma Arab dan
kabilah-kabilahnya yang begitu kukuh hendak bertahan pada kebebasan. Peristiwa
yang menentukan dalam sejarah Islam Kekuatan Musailimah adalah kekuatan murtad
dan pembangkangan yang gigih dan jelas sekali dalam menentang kenabian Muhammad
yang bukan hanya untuk Kuraisy, tetapi juga untuk segenap umat manusia4.
Kekuatan ini menjadi pusat perhatian, dari Yaman, Oman, Mahrah, Bahrain,
Hadramaut sampai ke semua daerah selatan Semenanjung, menyusur turun dari
Mekah, Ta'if sampai ke Teluk Aden. Kemudian Persia pun mengarahkan perhatiannya
ke sana. Pasukan Musailimah itu sangat percaya kepadanya dan bersedia mati
untuk itu. Pertempuran dahsyat pasti terjadi. Inilah yang akan menjadi teladan,
betapa besar dan hebatnya kekuatan iman itu.Pasukan Muslimin menyerbu kebun itu
dan langsung menyerangmusuh. Pedang-pedang Banu Hanifah itu justru terhambat
oleh pepohonan di sekitar mereka. Sungguhpun begitu tidak mengurangi
sengitnyapertempuran.
Korban dalam
peperangan itu sangat banyak pada di kedua belah pihak, meskipun dipihak Banu
Hanifah dua kali lebih banyak. Setelah perang Uhud dulu Wahsyi sudah masuk Islam. Orang asalAbisinia inilah yang
dulu membunuh Hamzah,
3. Abi alfada alhafid
ibn katsir addamsyi, “Albidayatu wa Alnihayatu”. (Bairut Libanon: Darul kutub al’amilah),
jld. III, hlm, 307.
4. Muhamad Husen Haekal,
“Abu Bakar As-Siddiq yang Lembut Hati”. Diterjemahkan oleh Ali Audah, (Bogor:
PT. Pustako Utera Antar Nusa, 2003), hlm. 149.
bapak
syuhada dalam perang Uhud itu. Dalam perang Yamamah ini ia juga ikut serta.
Tatkaladilihatnya Musailimah di kebun itu, diayunkannya tombaknya, dan
bilasudah terasa pas, dibidikkannya kepada Musailimah. Bidikannya itutidak
meleset. Bersamaan dengan itu ada orang Ansar yang juga ikutmenghantam
Musailimah dengan pedangnya. Karena itulah Wahsyi berkata: "Hanya Allah
s.w.t. yang tahu siapa di antara kita yang telah membunuhnya."Ketika itu
ada seseorang berteriak: "Yang membunuhnya seorang budak hitam." Semangat Banu Hanifah reda setelah mendengar
teriakan bahwa Musailimah sudah terbunuh. Mereka menyerah tanpa mengadakan
perlawanan lagi. Muslimin terus menghantam mereka. Pada masa itu tanah Arab
belum pernah mengalami pertumpahan darah sehebat pertempuran di Yamamah itu.
Itu sebabnya "Kebun Rahman" ini kemudian diberi nama "Kebun
Maut." Dan nama inilah yang terus dipakai dalam buku-buku sejarah.
F. Akhir Perjuangan Abu
Bakar
Sejarah mencatat, bahwa selama masa pemerintahannya yang dua tahun tiga
bulan itu, ia cuma mengeluarkan 8.000 dirham dari bait-al-mal itu bagi
keperluannya5. Hal itu dapat diketahui karena setiap penerimaan dan
pengeluaran dari bait-al-mal itu dicatat oleh tokoh-tokoh yang terpandang
jujur, dan menurut istilah sekarang ini adalah bendaharawan.
Selama pemerintahannya Abu Bakar telah banyak berjasa dalam membangun
Islam, beliau sudah berhasil menghadapi berbagai kesulitan, dari mulai
mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan peruksakan terhadap ajaran
islam sampai memerangi musuh-musuh Islam, sampai akhirnya perjuangan beliau
ditutup dengan wafatnya pada tahun 11 H/634 M.
5. Joesoef Sou’yb, “Sejara
h Daulat Khulafaur Rasyidin”. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 133.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Abu Bakar aslinya Abdul
Ka’bah julukan atiq, yang diganti dengan Abdullahadalah putra dari
pasangan Abu Quhafah (Usman bin Amir) dan Umur Khair Salamah (Salma bint Sakhr
bin Amir), dia dilahirkan tahun 573 M. Adapun nama Abu Bakar diberikan setelah
ia masuk agama Islam, Abu artinya bapak dan Bakar artinya segera. Sedangkan
gelar As Shiddiq karena dia adalah orang pertama membenarkan Rasulullah s.a.w.
ketika Isra Mi”raj.
2. Kepribadian mulia dari
Abu Bakar dirasakan oleh semua orang di zamannya, bahkan dari kalangan yang
sangat lemah, dia pun terkenal seorang yang sangat dermawan. Juga, keteguhan
imannya mengantarkan pada keberhasilan selama meminpin menjadi khalifah,
prestasi yang sangat menonjol dari Abu Bakar adalah berhasil memerangi
pembangkang dalam membayar zakat, memerangi murtadin dan orang yang ingkar
mengaku dirinya nabi, memperluas wilayah Islam, serta berhasil mengumpulkan
al-Quran yang terasa sampai sekarang kemanfaatannya.
3. Sejarah mencatat, selama
dua tahun tiga bulan masa pemerintahannya, menurut bendaharawan yang jujur ia
cuma mengeluarkan 8.000 dirham dari bait-al-mal bagi keperluannya.
B. SARAN-SARAN
1. Mahasiswa khususnya, mempelajari Sejarah Peradaban Islam akan menambah
kesadaran diri serta pandangan masa depan yang pasti.
2.
Mempelajari Sejarah Islam atau
Sejarah Peradaban Islam diharapkan jangan hanya sekedar kesan dongeng saja,
tetapi sampai sendi-sendi nilai positif sehingga akan memiliki dampaknya yang sangat berarti.
3.
Memahami seluk beluk Sejarah Islam, Menjadi penting artinya, ketika kita
sebagai muslim dianjurkan mengikuti langkah-langkah dan meneladani Rasulullah s.a.w.
serta tokoh panutan dalam Islam. Oleh
karena itu, setelah membaca makalah ini diharapkan untuk mengkaji lebih jauh
dari berbagai referensi yang ada.
|
|
Abdullatif Ahmad “Aasyur. (1988). “10 Orang Dijamin Ke Surga”. Terjemah, judul aslinya: Al’Asyratu
Almubasysyaruna Bijannati. Depok: Gema Insani.
Alhafid ibn katsir addamsyi Abi alfada. “Albidayatu wa
Alnihayatu”. (Bairut Libanon: Darul kutub al’amilah), jld.
Hasan ibrahim Hasan. (1989). “Sejarah dan Kebudayaan
Islam”. Yogyakarta: Kota Kemabang, 1989.
Jaih Mubarok.
(2005). “Sejarah Peradaban Islam”. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Joesoef Sou’yb. (1979). “Sejarah
Daulat Khulafaur Rasyidin”. Jakarta: Bulan Bintang.
Muhamad Husen Haekal. (2003). “Abu Bakar As-Siddiq
yang Lembut Hati”. Diterjemahkan oleh Audah Ali. Bogor: PT. Pustako Utera
Antar Nusa.
Peter Chippendale and Chris Horrie. (1997). “What is
Islam Virgin Books an Imprint of Virgin”.
Publishing Ltd Lad Broake Brone London W 105 AH.
Rizal Hidayat.
(2009). “Abu Bakar Shiddiq”. Bandung: PT. Indah Jaya Adipratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar