Jumat, 01 April 2011

Sekilas Wajah Pendidikan Islam di Indonesia


Pendidikan Islam di Indonesia, pada saat ini ada pada keadaan yang bisa dikatakan belum atau kurang berhasil. Walaupun tidak bisa dikatakan gagal, karena pada beberapa lini, bisa dilihat bibit keberhasilan, yang biasanya muncul dari lembaga-lembaga pendidikan Islam nonformal.
Yang jadi pertanyaan adalah dimana letak pengaruh lembaga-lembaga pendidikan Islam yang Formal, baik berbentuk sekolah , maupun madrasah formal, terhadap kemajuan pendidikan bangsa Indonesia?
Sebab dari fenomena yang terlihat, justru pendidikan non-formal lah, baik itu pesantren, madrasah diniyah dan lain-lain, yang notabene amat sangat terbatas baik dari sisi fasilitas maupun standar kompetensi (lulusan) pengajarnya, lebih bisa menghasilkan lulusan-lulusan yang bisa dikatakan memiliki standar kecerdasan spiritual bahkan emosional yang cukup baik dan siap terjun di masyarakat.
Hal ini menjadi sebuah PR bagi para praktisi pendidikan, yang walaupun ada beberapa yang berpendapat bahwa, keberhasilan seseorang adalah hasil perpaduan antara pendidikan formal dan nonformal. Yang artinya pendidikan di sekolah dan luar sekolah adalah saling melengkapi.
Mengapa penulis mengatakan bahwa pendidikan Islam di Indonesia belum bisa dikatakan berhasil? Bisa kita lihat bagaimana fenomena pendidikan Islam yang menjadi “nomor dua”. Madrasah-madrasah yang dinaungi Kementrian Agama, hanya menjadi alternatif kedua setelah sekolah umum. Pesantren-pesantren bersistem modern pun, posisinya berada di bawah SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Keadaan siswa-siswa pada madrasah-madrasah tersebut, amat memprihatinkan, bahkan cenderung lebih nakal dan brutal dibanding sekolah-sekolah umum.
Bila dikaji lebih mendalam akan kita temukan beberapa penyebab mengapa hal-hal tersebut diatas bisa terjadi, diantaranya;
1.       Paradigma masyarakat tentang pendidikan yang kurang tepat. Yang mana mereka menjadikan pendidikan sebagai tujuan kesuksesan keduniawian. Ibarat jual beli, anak dimasukan ke sebuah lembaga pendidikan dengan tujuan agar kelak mendapatan pekerjaan yang layak.
2.       Pendidikan Islam menjadi sarana rehabilitasi anak-anak “gagal”. Artinya, yang dimasukan kedalam lembaga-lembaga pendidikan Islam, adalah mereka yang tidak tembus memasuki sekolah-sekolah umum pavorit. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana kualitas anak-anak didik pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
3.       Belum adanya perhatian pemerintah yang cukup intens terhadap pendidikan keagamaan. Hal ini bisa dibuktikan dari jumlah jam pelajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah-sekolah yang amat sangat minim dan amat tidak menunjang terhadap kecerdasan spiritual siswa.
4.       Banyak lembaga-lembaga pendidikan Islam non-formal, baik berupa pesantren maupun Diniyah (sekolah agama) masih mengadopsi system pendidikan konvensional dan tradisional. Cenderung defensive terhadap modernitas pendidikan, yang sehingga walaupun di satu sisi pendidikan system pesantren ini bisa menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten dalam bidang agama, namun di sisi lain minim ilmu pengetahuan umum, yang sebagian dari mereka memiliki anggapan bahwa ilmu yang mereka miliki sudah dianggap cukup. Artinya secara akhlaq, aqidah dan fiqh yang walaupun hanya menganut satu madzhab mereka dianggap mumpuni, namun mereka belum bisa dianggap mampu menghadapi tantangan zaman yang sudah sedemikian maju.

Keprihatinan kita terhadap wajah pendidikan Islam harus dibuktikan dengan wujud konstribusi kita terhadap Pendidikan Islam. Berbagai solusi harus segera di berikan. Maka dari beberapa permasalahan dia atas, bisa kita ambi beberapa solusi sebagai berikut ;
1.       Merubah paradigma masyarakat akan tujuan pendidikan, bukan sebagai komersil tapi bertujuan untuk mencetak generasi unggul yang berakhlak al karimah, berpengetahuan luas dan memiliki landasan aqidah Islamiyah yang kuat. Hal ini bisa dicapai dengan usaha memahamkan para orang tua didik melalui ceramah-ceramah dan penyuluhan-penyuluhan keagamaan, tentang pentingnya pendidikan Islam dalam membangun moral bangsa.
2.       Mengubah kesan negative dari lembaga pendidikan islam sebagai tempat rehbilitasi anak-anak yang “gagal”. Ini bisa dicapai dengan pengemasan Pendidikan Islam dengan kemasan yang menarik, tidak kolot dan terkesan menyeramkan, sebagaimana yang telah tertanam di dalam benak masyarakat kita akan pendidikan di pesantren-pesantren tradisional.
3.       Lembaga-lembaga Pendidikan Islam perlu benar-benar berbenah diri, memperbaiki system pendidikan hingga ke tahap menunjukkan prestasi yang gemilang, yang dapat memancing perhatian yang lebih dari pemerintah akan pentingnya pendidikan Islam.
4.       Sinergi dan perpaduan antara system tradisional dengan system pendidikan modern. Seperti pepatah arab; Al- Muhaafadah ‘alaa al qadiimi ash-shaalih wal akhdzu bi aljadiidi al ashlah. Yang artinya, menjaga atau melestarikan sesuatu yang lama dan baik dan mengambil atau menciptakan sesuatu yang baru yang lebih baik yang dengan demikian akan tercipta sebuah lembaga pendidikan yang bisa menciptakan ulama-ulama yang intelek, bukan intelek yang tahu agama. Wallahu a’lam.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar