Jumat, 23 Maret 2012

PROSES MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA



Oleh : Wildan Baihaqi, SAg.

Pendahuluan
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi atau rempah-rempah di Indonesia sambil berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan,  juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan umat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan umat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawa Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Ada sesuatu yang sangat mengagumkan, agama Islam berkembang dengan sangat pesat, bahkan hanya dalam waktu kurang dari satu abad, agama Islam sudah mampu mewarnai hampir setengah dunia. Di zaman Daulah Bani Umayah, umat Islam sudah mampu menguasai Afganistan, Sind, Punjab, Afrika Utara, Spanyol, Suriah, Palestina, Semenanjung Arab, Irak dan Kirgis (di Asia Tengah).
            Bukan itu saja, agama Islam telah mampu membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh dan tidak terkenal, menjadi bangsa yang maju. Bergerak cepat mengembangkan dunia, membina satu peradaban yang penting artinya dalam sejarah manusia sampai sekarang, Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk Eropa melalui Spanyol. Agama Islam memang berbeda dengan agama-agama yang lain. H.A.R Gibb di dalam bukunya Whiter Islam  menyatakan “ Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization”. (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan peradaban Islam.  
            Sebenarnya masa depan perkembangan agama Islam sangat cerah. Pada saat ini saja jumlah umat Islam di seluruh dunia sudah mencapai lebih dari satu milyar. George Bernard Shaw pernah meramalkan perkembangan Islam “ if any religion has the chance of ruling over England, way Europe, within the next hundred years, it can only Islam”. (apabila ada agama yang mempunyai kesempatan untuk mengusai Inggris, ya bahkan Eropa, dalam beberapa ratus tahun mendatang ini, maka agama itu hanyalah Islam).
           
Pembahasan
            Bangsa Indonesia sejak zaman pra sejarah sudah dikenal sebagai bangsa yang gemar berlayar mengarungi lautan lepas. Sejak abad pertama masehi sudah  ada rute-rute pelayaran dan perdangangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
            Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka, sejak zaman kuno merupakan wilayah yang jadi pusat perhatian, terutama karena hasil bumi yang di jual disana menarik perhatian pedagang. Pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, selanjutnya dijual kepada pedagang asing. Pelabuhan – pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa, sejak abad ke 1 sampai dan 7 M, sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri ( Aceh ), Barus dan Palembang di Sumatera, Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
             Sejak abad ke 7 M( abad 1 H ), para pedagang asal Arab, Parsia dan India sudah  ada yang sampai di kepulauan Indonesia. Malaka merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melaui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh Nusantara dibawa ke China dan India, terutama Gujarat yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka.
            Menurut J.C van Leur, sejak tahun 674 M ada Koloni-koloni Arab di Barat laut Sumatera, yaitu di Barus, yang singgah dan berdagang di sana.
            Pendapat ini memperkuat anggapan bahwa agama Islam sudah masuk di Indonesia sejak abad ke 7 M. karena para pedagang Arab itu di samping berdagang juga sekaligus berda’wah.
            M.C Ricklefes menyatakan penduduk Indonesia menganut agama Islam melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan menganutnya. Kedua,  orang-orang Asia (Arab, India, Cina dll) yang telah masuk Islamtinggal secara permanen di suatu wilayah di Indonesia, melakukan pernikahan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa, sehingga sebenarnya mereka sudah menjadi orang jawa atau suku lainnya.
                     Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing lagi Anda, karena di beberapa buku sejarah mungkin Anda sudah sering mendengar atau membaca bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penganut agama Islam terbesar di dunia. Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya.
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, adalah sebagai berikut :
Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
1.        Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al Mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
2.        Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
3.        Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
4.        Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
5.        Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
6.        Prof. S. Muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
7.        W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
8.        T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Heran, Gresik, Jawa Timur, yaitu makam Fatimah Binti Maimun. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berjangka tahun 475 H (dimasehikan 1082 M)
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
            Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai. Peureulak dan Palembang di Sumatera. Komunitas Islam baru betul-betul Nampak ketika sudah berubah menjadi pusat kekuasaan.
            Proses Islamisasi terjadi kerena persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab, Persia dan India di pesisir Aceh. Dengan demikian dapat dipahami kerajaan Islam pertama yang berisi di kepulauan Nusantara ini berada di Aceh, yaitu kerajaan Samudra Pasai yang berdiri pada pertengahan abad ke-13 M.
  1. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulak) di Aceh, pada tahun 1292 M.
  2. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
  3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
  4. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan sudah adanya beberapa kerajaaan Islam di kawasan Indonesia.
Berdasarkan berita Tom Pires (1512-1515) dalam Suma Orientalnya dapat diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatera Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan Islam, tetapi yang belum Islam banyak pula, yaitu antara Palembang dan daerah-daerah pedalaman Aceh, Sumatera Barat, terutama terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16-17.
      Di daerah pesisir Jawa Timur sampai sebelah timur Surabaya sudah memeluk agama Islam dan sering terlibat peperangan-peperangan dengan daerah-daerah pedalaman, terkecuali Tuban yang masih tetap setia kepada raja Hindu Budha. Beberapa diantara raja-raja yang beragama Islam di daerah pesisir adalah orang Jawa yang masuk agama Islam. Bebarapa diantaranya bukanlah orang Jawa asli, tetapi Cina, India, Arab dan Melayu yang beragama Islam yang telah menetap di daerah pesisir dan mendirikan pusat-pusat perdagangan.12
Tom Pires menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak dan kerajaan-kerajaan di daerah pesisir Jawa Timur, Jawa Tenga dan Jawa Barat, disamping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu.
      Dengan bukti-bukti adanya makam-makam yang terdapat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa ajaran agama Islam sudah berkembang sejak kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.
Menurut Samsul Munir Amin dalam bukunya yang berjudul Sejarah Peradaban Islam, bahwa ada beberapa jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam dalam penyebaran Islam di Indonesia :
1.      Melalui jalur Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan, Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melakukan dakwah Islam, sekaligus juga sebagai pedagang yang menjajakan dagangannya kepada penduduk pribumi. Hal ini berlangsung kira-kira pada abad ke-7 hingga ke-16 M, kerena kesibukan lalu lintas perdagangan ini membuat para pedagang muslim (Arab, Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri barat, tenggara, dan timur benua Asia.
2.      Melalui jalur perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum nikah mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah meraka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Sehingga timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim. Dengan melalui jalur perkawinan, para penyebar Islam melakukan perkawinan  telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam. Dengan menunggu angin muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah terjadi interaksi sosial yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
3.      Melalui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal sebagai  pengajar-pengajar tasawuf. Mereka mengejar teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis dan kekuatan-kekuatan memiliki kemampuan menyembuhkan. Di antara meraka ada juga yang mengawini putri-puri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehinga agama baru itu mudah dimengerti dan mudah diterima. Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi kepercayaan mereka. Oleh karena itu, tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. Misalnya, menggunakaan ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses penyebaran agama Islam kepada penduduk setempat.
4.      Melalui jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia ini,  juga dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru agama, kiai dan ulama. Jalur pendidikan digunakan oleh para wali khususnya di jawa dengan membuka lembaga pesantren sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam di kemudian hari. Setelah keluar dari pesantren atau pondok, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu megajarkan Islam. Misalnya pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di ampel Denta Surabaya, dan pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri di Gresik keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Maluku untuk melakukan dakwah Islam di sana.
5.      Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan para penyebar Islam seperti walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik di karenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga pertunjukan seni, tetapi ia meminta bayaran mengikutinya mengatakan kalimat syahadat. Tetapi di dalam cerita itu di siapkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur, dan seni ukir.
6.      Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di Indoneaia. Sebagaimana diketahui, melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi dakwah mereka di kalangan para pembesar kerajaan seperti Majapahit, Pajajaran bahkan para walisongo juga mendirikan kerajaan Demak, Sunan gunungjati juga mendirikan kerajaan Cirebon dan kerajaan Banten, Kesemuanya dilakukan untuk melakukan pendekatan dalam rangka penyebaran Islam, Baik di Sumatra, Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan-kemenangan secara politik banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam untuk masuk Islam.
Sejak Islam dikenal di Indonesia, Islam terus berkembang dengan pesat, bahkan menurut para sejarawan, Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai jalur seperti yang disebutkan diatas. Sehingga Islam begitu cepat diterima oleh masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih banyak yang menganut agama Hindu, Budha, bahkan Animesme dan dinamisme.       
Selain melalui jalur perkawinan dan perdagangan, pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van Leur). Adapun  Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sistem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
Dari ketiga model perkembangan Islam itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi “ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan kolonial.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?
Sebelum pengaruh Islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa Arab, Persia, India dan China punya andil melancarkan perkembangan Islam di kawasan Indonesia.
Gujarat (India)
Pedagang Islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
  1. Ukiran batu nisan gaya Gujarat.
  2. Adat istiadat dan budaya India Islam.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
  1. Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
  2. Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
  3. Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
  1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan Islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.
  2. munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan Islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?), mengenalkan Islam di pantai dan pedalaman Jawa dan Sumatera, dengan bukti antar lain :
  1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
  2. Beberapa makam China muslim.
  3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan sosial yang penuh toleransi (Umar kayam:1989)
Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera
1.      Samudra Pasai
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, Kabupaten Lhok Seumawe. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai abad ke-13 M. Hal ini mungkin hasil proses Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 M. Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai ini didukung oleh adanya nisan kuburan yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan ini dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 1297 M.
Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Malik al-Merah. Gelar sebelum menjadi raja adalah Merah Sile. Dia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah, yang kemudian memberinya gelar Malik al-Shaleh. 
Kerajaan maritime ini perekonomiannya berbasis perdagangan dan pelayaran. Di Pasai ada mata uang dirham, hal ini menunjukkan bahwa kerajaan pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Selanjutnya kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama 3 tahun, kemudian kerajaan Samudra Pasai ini diduduki oleh raja Aceh, Ali Mughyatsyah dan berada dalam pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
2.      Aceh Darussalam
Ibu Kota kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15, diatas puing-puing kerajaan Lamuri. Oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M) Pada masa pemerintahannya, Aceh Darussalam mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan. Akibat penaklukan Malaka oleh Portugis, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui Selat Sunda dan menyusuri pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian Aceh menjadi ramai dikunjungi oleh saudagar dari berbagai Negara.
           Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaanya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. Selanjutnya melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera Timur.  Puncak kejayaan kerjaaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar muda (1608-1637). Pada masanya, Aceh mengusai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatera. Hanya orang-orang Batk yang berusaha menangkis kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka minta bantuan kepada Portugis.
           Kemudian ketika beberapa Sultan perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukkan lepas, dan kesultanan menjadi terpecah belah, kacau balautanpa kepemimpinan. Menjelang abad ke-18, kesultanan Aceh hanya tinggal bayangan belaka dari masa silamnya.

Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
1.      Demak
Raden Fatah diangkat menjadi raja pertama kerajaan Demak oleh Wali Songo yang dipelopori oleh Sunan Ampel Denta. Dia bergelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.24 Demak yang dahulu bernama Bintaro, merupakan daerah-daerah yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Fatah lambat laun daerah ini menjadi pusat perkembangan agama Islam.


2.      Pajang
Kesultanan Pajang terletak di daerah Kartasura. Raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang oleh raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, setelah sebelumnya dinikahkan dengan putrinya.
            Pada tahun 1546 sultan Trenggono meninggal dunia. Kemudian muncul kekacauan di Ibukota, Joko Tingkir segera mengambil alih kekuasaan, karena anak sulung sultan Trenggono yaitu Susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, yaitu Aria Penangsang yang menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro sekarang).
3.      Mataram
Kerajaan Mataram bermula ketika Sultan Adiwijaya meminta bantuan kepada Ki Pamanahan untuk menghadapi pemberontakan Aria Penangsang. Atas jasanya tersebut, Sultan Adiwijaya member hadiah kepada Ki Pemanahan daerah Mataram.
Pada tahun 1577, Ki Pamanahan bertahta di Mataram. Kemudian dia diganti oleh puteranya, Senopati. Sebenarnya Senopatilah yang dipandang sebagai Sultan Mataram yang pertama, setelah Pangeran Benawa, -anak Sultan Adiwijaya-, menawarkan kekuasaan atas pajang kepada Senopati. Walaupun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan, diantaranya Gong Kiai Sekar Delima, Kendali Kiai Macan Guguh dan Pelana Kiai Jatayu.
Senopati adalah pemrakarsa perluasan kerajaan Mataram. Pada tahun 1587 Senopati dapat mengalahkan Pajang. Kemudian Senopati memperluas kekuasaanya ke arah utara ke wilayah pantai dank e timur ke lembah-lembah sungai Solo dan Madiun.30
Senopati meninggal tahun 1601, dimakamkan di istananya Kota Gede. Lalu digantikan oleh puteranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613. Seda Ing Krapyak diganti oleh putranya Sultan Agung (1613-1646), merupakan raja terbesar Mataram. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur sudah berada dibawak kekuasaannya. Sultan Agung meninggal pada tahun 1646. Ia gantikan oleh putranya Amangkurat 1, masa pemerintahan Amungkurat 1 penuh dengan konflik. Tindakan pertama pemerintahannya adalah menumpas pendukung Pangeran Alit. Kuarng lebih sekitar 5000-6000 Ulama beserta keluarganya dibunuh (1647), bahkan ia tidak memerlukan title “Sultan”.
Pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Kajoran muncul pada tahun 1677. Pemberontakan-pemberontakan inilah yang akhirnya mengakibatkan keruntuhan Mataram.
4.      Cirebon
Kesultanan Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Pada awal abad ke XVI, Cirebon masih merupakan daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru Labuan disana, bernama Pangeran Walangsungsang. Ketika berhasil memajukan Cirebon, dia sudah menganut agama Islam.
Menurut M.C Riklefs, masa kejayaaan Cirebon terjadi ketika Sunan Gunung Jati memerintah. Sunan Gunung Jati lahir pada tahun 1448, dan wafat pada tahun 1568 dalam usia 120 tahun. Dia adalah keponakan dari Pangeran Walangsungsang dan masih mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi.
Sunan Gunung jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti, Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kalapa dan Banten. Di Banten Sunan Gunung Jati berhasil menggulingkan penguasa local, yang masih beragama Hindu-Budha.
Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568, kemudian diganti oleh cicitnya Pangeran Ratu. Selanjutnya dia diganti oleh putranya, Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Karta Wijaya atau Panemnahan Anom.
5.      Banten
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima  Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia memuluskan jalan bagi kegiatan pengislaman disana.
Islamisasi di Banten diteruskan oleh putera Sunan Gunung Jati yaitu Hasanuddin, bahkan dia berhasil meluaskan daerah Islam sampai Lampung dan sekitarnya di daerah Sumatera Selatan.
Hasanuddin dianggap sebagai raja Islam pertama di Banten, dia berhasil memerdekakan Banten, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang. Hasanuddin meninggal tahun 1570 dan diganti oleh anaknya. Yusuf. Setelah Sembilan tahun memegang kekuasaan, tahun 1579, Yusuf menaklukkan Pakuan yang belum Islam, yang pada waktu itu masih menguasai sebagaian besar daerah pedalaman Jawa Barat.

Simpulan
Sejak para pedagang muslim asal Arab, Persia dan India yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Baru pada zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni  pedagang muslim. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai, Perak dan Palembang di Sumatra.
Kedatangan Islam dan penyebarannya dilakukan secara damai. Saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam saluran, yaitu : 1) saluran perdagangan; 2) saluran perkawinan; 3) saluran tasawuf; 4) saluran pendidikan; 5) saluran kesenian, dan 6) saluran politik.





Daftar Bacaan
Anas Mahmud, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Pulau Sumatra, Jakarta

Ajid Thohir, 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta.

Endang Saifuddin Ansari, Kuliah Al-Islam, Jakarta, 1976

Badri Yatim, 2004.  Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2004.

H.J de Graaf Th dan G. Th. Pigend, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta 1986

H.J. de Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, Jakarta. 1987
Mahmud Yunus, 1979. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Mutiara : Jakarta.
Marwati Djoened Poeponogoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta, 1993

Harun Nasution,  Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta, 1984.
Taufiq  Abdullah (Ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta, 1991.

2 komentar: